Nama
Buku : Special Education for Special Children
(Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities)
Penulis
: Jamila K.A Muhammad
Penerbit
: Hikmah (PT Mizan Republika)
2008
Siswa yang ada disekolah tidak hanya
tergolong siswa yang normal saja namun kita akan menemukan siswa yang dikategorikan
sebagai siswa luar biasa yang perlu diberi perhatian luar biasa pula. Terkadang
guru terlalu cepat memberikan label “anak nakal, bodoh, tolol” padahal mungkin
saja siswa tersebut kurang pendengaran sehingga sulit menangkap apa dijelaskan
oleh guru, atau hyperaktif sehingga suit untuk dapat duduk diam dan
memusatkan perhatian lama-lama. Oleh karena itu memahami anak luar biasa
beserta karakteristiknya sangat penting bagi seorang pendidik agar dapat
memperlakukan dan menangani anak sebagaimana mestinya
Siapakah special children (anak-anak luar biasa)
itu ?
Anak-anak
luar biasa didefinisikan sebagai anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam
hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan komunikasi, tingkah laku
social, ataupun ciri-ciri fisik. Dahulu istiah anak luar biasa dini menggunakan
istilah anak cacat namun istilah ini tidak digunakan lagi karena terlalu
sensitive untuk anak-anak luar biasa. Perbedaan-perbedaan ini mengimplikasikan bahwa
perlu ada modifikasi dalam aktifias-aktfitas sekolah ataupun pelayanan pendidikan
khusus agar mereka mampu berkembang dengan kapasitas maksimal.
Menurut
Kirk (1989), anak-anak hanya dianggap sebagai anak-anak luar biasa apabila
memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan program pendidikan. Akibat dari keadaan
mereka ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima pelajaran dengan cara biasa,
ini menunjukan bahawa anak-anak dengan IQ yang tinggi (gifted) juga tergolong anak luar biasa.
Beberapa
pendapat ahli tentang istilah-istilah atau sebutan khusus bagi anak luar biasa
diantaranya, menurut Wolfgang (1992) menyebutkan beberapa sebutan ataupun
istilah yang digunakan adalah tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunadaksa, cerebral palsy, gangguan emosi, kurang
daya pemahaman, autis dan perkembangan lambat. Farrel (2003) mengkategorikan
anak-anak cacat yang memerlukan penjagaan, perhatian bahkan pendidikan khusus seperti
berikut :
1. Komunikasi
dan interaksi, diantaranya masalah penuturan bahasa, masalah pembelajaran
spesifik, seperti disleksia atau dyspraxia, Tunanetra, Autism, masalah
pembalajaran sedang dan serius, kognitif dan pembelajaran
2. Perkembangan
tingkah laku, emosi dan interaksi social, diantaranya masalah emosi dan tingkah
laku, menyendiri, tingkah laku kasar, mengganggu, hyperaktif dan kurang stabil,
interaksi social tidak matang
3. Sensorik
dan fisik, diantaranya tunarungu dan tunanetra
Kirk (1989) juga mengetengahkan
kategori berikut :
1. Perbedaan
intelektual, termasuk anak-anak superior dari segi intelektual dan anak-anak
yang berkemampuan rendah
2. Perbedaan
komunikasi, termasuk anak-anak dengan masalah pembelajaran ataupun ketidakmampuan dalam berbahasa dan penuturan
3. Perbedaan
sensorik, termasuk anak-anak dengan ketidakmampuan pendengaran dan penglihatan
4. Perbedaan
tingkah laku, termasuk anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku ataupun emosi
5. Keadaaan
kecacatan serius dan memiliki banyak kecacatan sekaligus
6. Perbedaan
fisik, termasuk kecacatan yang tidak berkaitan dengan organ sensorik tetapi
menghambat perkembangan fisik dan mobilitas
Akta
Pendidikan 1996 bagian 312 (Farrel, 2003) menyatakan anak-anak yang
diperkirakan memerlukan bantuan khusus jika mereka mempunyai masalah dalam hal
pembelajaran yang memerlukan pendidikan khusus terhadap mereka, diantaranya
anak yang :
1. Memiliki
masalah pembelajaran yang serius dan signifikan dibandingkan anak-anak yang
sebaya dengannya
2. Mempunyai
kecacatan yang menghalanginya untuk menggunakan kemudahan pendidikan yang
digunakan oleh anak-abak sebaya dengannya
3. Berada
di bawah umur wajib sekolah dan memiliki kecatatan kategori (2) diatas.
Tidak
dimungkiri bahwa mengkategorikan atau mengecap seseorang dapat meyebabkan
perasaan negative bukan saja akan muncul rasa rendah diri tetapi hal itu juga akan menimbulkan
diskriminasi terhadap kelompok anak tersebut Namun, pengkategorian ini harus
dilakukan agar penanganan khusus dapat
dilakukan untuk anak-anak luar biasa berdasarkan kebutuhannya. Disamping itu
kategori dan cap juga dapat membantu dalam mengenali factor yang menyebabkan
kecacatan dan masalah yang disebabkannya. Menurut Aird (2001), informasi
tentang kecacatan dapat digunakan untuk mengenali hal-hal tentang
ketidakmampuan anak-anak dalam hal implikasi terhadap pengajaran, pembelajaran,
penjagaan dan perawatan juga organisasi sekolah dalam hal kurikulum, tenaga
pengajar, lingkungan, dan diskusi dalam kelompok. Bila gejala kecatatan
diketahui lebih awal dan tindakan dini dapat dijalankan impikasi kecacatan dan
kesulitan yang dihadapi akan berkurang dibandingkan dengan kecatatan yang
lambat diketahui lebih awal.
Kebutuhan
mereka tidak dapat diektahui degan pasti, masalah mereka lebih jelas saat
dimulainya pelajaran akdemik dan saat merka harus berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan peraturan yang ada, kebanyakan anak luar biasa memiliki
prestasi akademik yang rendah dan hal ini sering dikaitkan dengan adanya rasa
malas, tidak produktif, enggan bekerjasama, dan kurangnya etika pergaulan
(Wallace dan Kauffman 1996). Melalui pendekatan individual anak-anak yang
memerlukan bantuan khusus dapat dikenali dengan menggunakan proses penilaian
berikut :
1.
Perjelas dan dokumentasikan tingkah laku
anak-anak menggunakan berbagai sumber dan metode
2.
Bandingkan dengan perkembangan yang
seharusnya dialami oleh anak-anak normal
3.
Selalu berkomunikasi dengan keluarga
anak
4.
Teliti, bicarakan dan tafsirkan
informasi didalam lingkungan kelas yang mungkin dapat membantu.
Pengetahuan
tentang ciri-ciri kebutuhan khusus anak-anak menentukan implikasinya terhadap
hal-hal berikut :
1.
Bentuk dan muatan kurikulum untuk
memaksimalkan potensi pembelajaran anak-anak dan menjamin bahwa yang diajarkan
adalah relevan dengan kebutuhan anak-anak
2.
Pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
dalam kemahiran yang diperlukan harus ada pada semua pihak yang terlibat dalam pendidikan untuk
memastikan setiap aktivitas yang dijalankan efektif bagi pemenuhan kebutuhan
anak
3.
Criteria lingkungan yang dibentuk dapat
meminimalkan kesan kekurangan terhadap ketidakmampuan mereka dan memberi
suasana lingkungan yang aman, terjamin, dan mendorong perkembangan mereka
4.
Penggunaan sumber daya dan bantuan untuk
mendorong anak-anak memiliki pemahaman terhadap pembelajaran mereka
5.
Rangkaian kerja dengan orangtua, yayasan
pendukung dan organisasi sukarela juga diperlukan untuk memastikan kebutuhan
anak-anak terpenuhi secara keseluruhan
Terkadang kasus yang terjadi di sekolah berasal dari
anak-anak yang special yang diterangkan diatas, bagi dunia bimbingan dan
konseling merupakan suatu kewajiban bagi guru BK untuk memahami anak apa adanya
sebagaimana tertuang dalam standar kompetensi konseor yang pertama yaitu
memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani dengan mengacu pada
prinsip BK yaitu bimbingan untuk semua baik siswa yang normal maupun siswa yang
special.
Bimbingan dan konseling dalam melayani konseli tidak akan
bertindak terburu-buru atau tidak beraturan, justru bimbingan dan konseling
adalah profesi yang profesional dengan mengedepankan data dan fakta, oleh
karena itu demi tercapainya hal tersebut maka bimbingan dan konseling
menggunakan metode-metode tertentu dalam menangani kasus tersebut diantaranya
adalah studi kasus.
Menurut
Dewa Ketut Sukardi Studi
kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan
komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan
bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek
pribadi individu secara lengkap (Tim : 2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html. Studi kasus dapat
diartikan juga sebagai suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan
berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik
berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun
kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan
kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan
(prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi
terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang
mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris
dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan
hambatan individu dalam penyesuaiannya.
Studi Kasus diadakan untuk
memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian
dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk
mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta
lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan
hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut. (Tim :
2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html
Sasaran studi kasus adalah
individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan
bantuan yang serius pula yang biasanya dipilih menjadi sasaran
bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case);
jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih
baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan
mental. (Tim : 2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html
Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
1. kartu pribadi
2. angket
3. wawancara informatif
4. buku rapor
5. home visit
6. testing
7. rating scale
8. otobiografi
9. sosiometri
10. studi dokumentasi
11. Daftar Cek Masalah (DCM)
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
1. kartu pribadi
2. angket
3. wawancara informatif
4. buku rapor
5. home visit
6. testing
7. rating scale
8. otobiografi
9. sosiometri
10. studi dokumentasi
11. Daftar Cek Masalah (DCM)