Pages

 

Sunday, December 23, 2012

Lebih baik tidak saling mengenal

0 comments

24 Desember 2012

Kemanapun ujungnya engkau tak akan pernah menemukan yang kau inginkan.
Manusia selalu ingin ini, ingin itu, ingin begini, ingin begitu, banyak maunya.

Setelah dapat ini, tak mau yang ini, ingin yang itu. Hah (menghela nafas)
Kemudian sampai dimana usaha kita membuat harmonis antara tujuan dan cinta.

Seberapa kerasnya insan berharap dalam doa, seberapa kerasnya insan memahami dalam diam, seberapa kerasnya insan memendam perasaan dalam bait kata yang tak tersampaikan semua ini akan tetap menjadi misteri sampai insan siap, sampai insan berani, menghalau waktu atau berjalan melongo dengan waktu.

Saat ini masih dapat berkata bukan yang ini, tidak mau yang ini, mau yang seperti ini, mau yang seperti itu. Lalu seberapa hebatkah kita? Hingga berani mematok..

Karena lebih baik tidak tahu ini, tidak tahu itu, hanya tahu bagaimana saya bisa jadi begini dan saya akan menjadi seperti itu. 

Karena memang benar tulang rusuk tidak akan pernah tertukar, tak usah risau semua adalah milikNya, meminta padanya adalah sekuat hati mengenal Dia dan mengabdi padaNya. 

Saat tulang rusuk itu tuhan hadirkan untukmu dalam ikatan suci yang sekian lama engkau nantikan, sudah seberapa hebatkah anda untuk berkata tidak mampu menerima dia apa adanya?

Read more...

Wednesday, October 17, 2012

Special Education for Special Children (Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities)

0 comments

Nama Buku     : Special Education for Special Children (Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities)
Penulis             : Jamila K.A Muhammad
Penerbit           : Hikmah (PT Mizan Republika) 2008

Siswa yang ada disekolah tidak hanya tergolong siswa yang normal saja namun kita akan menemukan siswa yang dikategorikan sebagai siswa luar biasa yang perlu diberi perhatian luar biasa pula. Terkadang guru terlalu cepat memberikan label “anak nakal, bodoh, tolol” padahal mungkin saja siswa tersebut kurang pendengaran sehingga sulit menangkap apa dijelaskan oleh guru, atau hyperaktif  sehingga suit untuk dapat duduk diam dan memusatkan perhatian lama-lama. Oleh karena itu memahami anak luar biasa beserta karakteristiknya sangat penting bagi seorang pendidik agar dapat memperlakukan dan menangani anak sebagaimana mestinya
Siapakah special children (anak-anak luar biasa) itu ?
Anak-anak luar biasa didefinisikan sebagai anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan komunikasi, tingkah laku social, ataupun ciri-ciri fisik. Dahulu istiah anak luar biasa dini menggunakan istilah anak cacat namun istilah ini tidak digunakan lagi karena terlalu sensitive untuk anak-anak luar biasa. Perbedaan-perbedaan ini mengimplikasikan bahwa perlu ada modifikasi dalam aktifias-aktfitas sekolah ataupun pelayanan pendidikan khusus agar mereka mampu berkembang dengan kapasitas maksimal.
Menurut Kirk (1989), anak-anak hanya dianggap sebagai anak-anak luar biasa apabila memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan program pendidikan. Akibat dari keadaan mereka ini menyebabkan mereka tidak dapat menerima pelajaran dengan cara biasa, ini menunjukan bahawa anak-anak dengan IQ yang tinggi (gifted) juga tergolong anak luar biasa.
Beberapa pendapat ahli tentang istilah-istilah atau sebutan khusus bagi anak luar biasa diantaranya, menurut Wolfgang (1992) menyebutkan beberapa sebutan ataupun istilah yang digunakan adalah tunarungu, tunanetra, tunagrahita, tunadaksa, cerebral palsy, gangguan emosi, kurang daya pemahaman, autis dan perkembangan lambat. Farrel (2003) mengkategorikan anak-anak cacat yang memerlukan penjagaan, perhatian bahkan pendidikan khusus seperti berikut :
1.      Komunikasi dan interaksi, diantaranya masalah penuturan bahasa, masalah pembelajaran spesifik, seperti disleksia atau dyspraxia, Tunanetra, Autism, masalah pembalajaran sedang dan serius, kognitif dan pembelajaran
2.      Perkembangan tingkah laku, emosi dan interaksi social, diantaranya masalah emosi dan tingkah laku, menyendiri, tingkah laku kasar, mengganggu, hyperaktif dan kurang stabil, interaksi social tidak matang
3.      Sensorik dan fisik, diantaranya tunarungu dan tunanetra
Kirk (1989) juga mengetengahkan kategori berikut :
1.      Perbedaan intelektual, termasuk anak-anak superior dari segi intelektual dan anak-anak yang berkemampuan rendah
2.      Perbedaan komunikasi, termasuk anak-anak dengan masalah pembelajaran ataupun  ketidakmampuan dalam berbahasa dan penuturan
3.      Perbedaan sensorik, termasuk anak-anak dengan ketidakmampuan pendengaran dan penglihatan
4.      Perbedaan tingkah laku, termasuk anak-anak yang mengalami masalah tingkah laku ataupun emosi
5.      Keadaaan kecacatan serius dan memiliki banyak kecacatan sekaligus
6.      Perbedaan fisik, termasuk kecacatan yang tidak berkaitan dengan organ sensorik tetapi menghambat perkembangan fisik dan mobilitas
Akta Pendidikan 1996 bagian 312 (Farrel, 2003) menyatakan anak-anak yang diperkirakan memerlukan bantuan khusus jika mereka mempunyai masalah dalam hal pembelajaran yang memerlukan pendidikan khusus terhadap mereka, diantaranya anak yang :
1.      Memiliki masalah pembelajaran yang serius dan signifikan dibandingkan anak-anak yang sebaya dengannya
2.      Mempunyai kecacatan yang menghalanginya untuk menggunakan kemudahan pendidikan yang digunakan oleh anak-abak sebaya dengannya
3.      Berada di bawah umur wajib sekolah dan memiliki kecatatan kategori (2) diatas.
Tidak dimungkiri bahwa mengkategorikan atau mengecap seseorang dapat meyebabkan perasaan negative bukan saja akan muncul rasa rendah diri  tetapi hal itu juga akan menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok anak tersebut Namun, pengkategorian ini harus dilakukan agar penanganan  khusus dapat dilakukan untuk anak-anak luar biasa berdasarkan kebutuhannya. Disamping itu kategori dan cap juga dapat membantu dalam mengenali factor yang menyebabkan kecacatan dan masalah yang disebabkannya. Menurut Aird (2001), informasi tentang kecacatan dapat digunakan untuk mengenali hal-hal tentang ketidakmampuan anak-anak dalam hal implikasi terhadap pengajaran, pembelajaran, penjagaan dan perawatan juga organisasi sekolah dalam hal kurikulum, tenaga pengajar, lingkungan, dan diskusi dalam kelompok. Bila gejala kecatatan diketahui lebih awal dan tindakan dini dapat dijalankan impikasi kecacatan dan kesulitan yang dihadapi akan berkurang dibandingkan dengan kecatatan yang lambat diketahui lebih awal.
Kebutuhan mereka tidak dapat diektahui degan pasti, masalah mereka lebih jelas saat dimulainya pelajaran akdemik dan saat merka harus berinteraksi dengan lingkungan sosial dan peraturan yang ada, kebanyakan anak luar biasa memiliki prestasi akademik yang rendah dan hal ini sering dikaitkan dengan adanya rasa malas, tidak produktif, enggan bekerjasama, dan kurangnya etika pergaulan (Wallace dan Kauffman 1996). Melalui pendekatan individual anak-anak yang memerlukan bantuan khusus dapat dikenali dengan menggunakan proses penilaian berikut :
1.      Perjelas dan dokumentasikan tingkah laku anak-anak menggunakan berbagai sumber dan metode
2.      Bandingkan dengan perkembangan yang seharusnya dialami oleh anak-anak normal
3.      Selalu berkomunikasi dengan keluarga anak
4.      Teliti, bicarakan dan tafsirkan informasi didalam lingkungan kelas yang mungkin dapat membantu.
Pengetahuan tentang ciri-ciri kebutuhan khusus anak-anak menentukan implikasinya terhadap hal-hal berikut :
1.      Bentuk dan muatan kurikulum untuk memaksimalkan potensi pembelajaran anak-anak dan menjamin bahwa yang diajarkan adalah relevan dengan kebutuhan anak-anak
2.      Pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan dalam kemahiran yang diperlukan harus ada pada semua pihak  yang terlibat dalam pendidikan untuk memastikan setiap aktivitas yang dijalankan efektif bagi pemenuhan kebutuhan anak
3.      Criteria lingkungan yang dibentuk dapat meminimalkan kesan kekurangan terhadap ketidakmampuan mereka dan memberi suasana lingkungan yang aman, terjamin, dan mendorong perkembangan mereka
4.      Penggunaan sumber daya dan bantuan untuk mendorong anak-anak memiliki pemahaman terhadap pembelajaran mereka
5.      Rangkaian kerja dengan orangtua, yayasan pendukung dan organisasi sukarela juga diperlukan untuk memastikan kebutuhan anak-anak terpenuhi secara keseluruhan
Terkadang kasus yang terjadi di sekolah berasal dari anak-anak yang special yang diterangkan diatas, bagi dunia bimbingan dan konseling merupakan suatu kewajiban bagi guru BK untuk memahami anak apa adanya sebagaimana tertuang dalam standar kompetensi konseor yang pertama yaitu memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani dengan mengacu pada prinsip BK yaitu bimbingan untuk semua baik siswa yang normal maupun siswa yang special.
Bimbingan dan konseling dalam melayani konseli tidak akan bertindak terburu-buru atau tidak beraturan, justru bimbingan dan konseling adalah profesi yang profesional dengan mengedepankan data dan fakta, oleh karena itu demi tercapainya hal tersebut maka bimbingan dan konseling menggunakan metode-metode tertentu dalam menangani kasus tersebut diantaranya adalah studi kasus.
Menurut Dewa Ketut Sukardi Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Tim : 2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html. Studi kasus dapat diartikan juga sebagai suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya. 
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut. (Tim : 2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental. (Tim : 2010) http://timbk11unj.blogspot.com/2010/01/studi-kasus-bimbingan-dan-konseling.html
Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
1. kartu pribadi
2. angket
3. wawancara informatif
4. buku rapor
5. home visit
6. testing
7. rating scale
8. otobiografi
9. sosiometri
10. studi dokumentasi
11. Daftar Cek Masalah (DCM)
Read more...

Tuesday, June 26, 2012

APLIKASI KONSELING TRAIT AND FACTOR

0 comments


Trait and factor (sifat dan faktor) merupakan satu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan kesesuaian individu dengan pekerjaan. Trait merupakan suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti inteligensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Ciri-ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah. Ciri-ciri itu diandalkan dan dapat diketahui melalui berbagai tes psikologis. Ciri-ciri dasar yang mereka temukan disebut factor. Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing, psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan alat tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu.

Menurut parson (1909) model konseling trait and factor lebih menekankan pada tiga hal, meliputi :
1.      Individu; pendekatan konseling ini harus memperhatikan karakteristik individu yang hendak dilayani, tentang bakat, minat, intellegensi dan faktor-faktor lain
2.      Pekerjaan; pemahaman tentang dunia kerja yang harus didalami konselor sebagai pentransfer informasi jabatan
3.      Hubungan antar keduanya; konseling ini adalah bagaimana menghubungkan antara ciri individu dengan pekerjaan apa yang tepat bagi individu sesuai dengan bakat, minat dan intellegensinya

Williamson (1939b) dalam diagnosis membaginya kedalam empat kategori konseli diantaranya :
1.      No choice (tidak ada pilihan), konseli tidak mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya
2.      Uncertain choice (ketidakpastian pilihan), konseli yang ragu atas pilihan karir yang telah ada di pikirannya
3.      Unwise choice (pilihan tidak bijaksana), konseli memilih karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya
4.      Discrepancy between interest and aptitudes (ketidak sesuaian anatara minat dan bakat) konseli yang memiliki bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan bakat konseli, pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan konseli, bakat dan minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih
Proses konseling ini terbagi atas lima tahapan diantaranya :
1.      Analisis; Merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi konseli.
2.      Sintesis; Merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat konseli, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri. 
3.      Diagnosis; Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat konseli yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri.
Menentukan sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala. Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu konseli untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4.      Konseling; Merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya.
5.      Treatment/evaluasi; Tindak Lanjut mencakup bantuan kepada konseli dalam menghadapi maslaah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas konseli
Sedangkan metodenya adalah melaui tenkik-teknik sebagai berikut diantaranya adalah wawancara, prosedur interpretasi tes dan menggunakan informasi jabatan/pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan masalah konseli, dan membantu dalam membuat keputusan karir
1.      Teknik wawancara
a.       Establishing rappot (menciptakan hubungan baik)
b.      Cultivating self understanding (mengolah pemahaman diri)
c.       Advising or planning a program of action (mempertimbangkan atau merencanakan program pelaksanaan)
d.      Carrying out the plan (pelaksanaan rencana)
e.       Referal (pengalih tangan)
Prinsip wawancara konseling trait and factor
a.       Jangan menceramahi atau mematahkan semangat konseli
b.      Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan batasilah informasi yang akan diberikan pada konseli untuk mencari dan berupaya dengan kemampuan yang dimilikinya
c.       Yakinkan bahwa kita tahu tentang apa yang konseli ingin bicarakan sebelum memberikan informasi atau jawaban
d.      Yakinkan bahwa sikap konseli bisa dijadikan pegangan untuk membantu pemecahan masalah

2.      Interpretasi tes
a.    Mengarahkan atau menasehatkan (direct advising)
b.    Persuasi (persuasion)
c.    Penjelasan (explanation)

3.      Informasi pekerjaan (Brayfield: 1950)
a.    Informasi
b.    Penyesuaian kembali
c.    Motivasi
Exploration (Eksplorasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk membantu konseli membuat penelitian yang baik terhadap dunia kerja dari bidang pekerjaan tersebut.
Assurance (Keyakinan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk meyakinkan konseli pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak cocok.
Evaluation (Evaluasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari konseli tersebut dan pemahamannya dari pekerjaan tersebut atau sejenis.
Startle (mengejutkan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan Untuk memeriksa apakah konseli menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah melalui beberapa hal.
Trait and Factor memiliki tujuan untuk mengajak siswa (konseling) untuk berfikir mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah yang dihadapinya. TF dimaksudkan agar siswa mengalami:
1.      Self-Clarification / Klarifikasi diri
  1. Self-Understanding / Pemahaman diri
  2. Self-Acceptance / Penerimaan diri
  3. Self-Direction / Pengarahan diri
  4. Sel-Actualization / Aktualisasi diri
Karakteristik Konseli trait and factor
Pendekatan ini dapat digunakan terhadap semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut: termasuk ragam konseling jabatan atau konseling akademik (konseling karier), di mana konseli menghadapi keharusan untuk memilih di antara beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP dan sudah mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan kelemahan serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu dalam keputusan tentang apa pun juga atau sangat dikuasai oleh alam perasaannya sendiri.






Read more...