Pages

 

Monday, September 19, 2011

Galau..

0 comments
Entah, mungkin ini salah nenek saya yang tidak mengurus mamah kemudian memberikannya ke nenek angkat saya yang sangat baik hanya sama saya dan nng, atau salah bapa saya yang pendiam sangat pada anak-anaknya..
Inilah aku, pendiam, saat menyampaikan kebenaran dan bawel saat membicarakan yang tak penting….. yang selalu terpancing oleh rasa penasaran kemudian selalu ingin mencoba kemudian melakukannya, begitupun sewaktu libur panjang….. …….
Saya sama sekali tidak membuka buku, laptop, membaca situasi, dan memaknai berbagai hal,,  saya hanya ingin mencoba untuk tidak mau memikirkan apa-apa, bahkan ketika terfikirpun, saya segera bergegas untuk tidur dan rasanya tidak ingin bangun lagi, fikiran kedua yaitu kabur tapi itu tak mungkin bebp…… benar-benar tidak mengenakkan dirumah…. Masalahnya adalah saya tidak pernah punya keberanian untuk membuka percakapan terlebih dulu untuk membawa mereka agar masuk keduniaku hanya sekedar untuk memahami saja….
Sekarang karena saya keras kepala, sok tahu, ingin selalu mencoba tanpa menegakkan pikiran logis… beginilaaaaaahhh… SULIT KONSENTRASI…. Karena dua bulan sebelumnya saya hanya tidur dan menangis………….
Tapi saya sadar walaupun belum sadar sepenuhnya “bukan saatnya lagi menyalahkan diri,,,  optimislah kedepan akan bisa lebih dewasa untuk mengambil keputusan bersamamu bebebbp….
Read more...

Monday, September 12, 2011

from dimas's angel

0 comments
 abah, jika ada kata yang paling tinggi dari kata cinta, mungkin itulah kata yang paling tepat untukmu.. bukan untukku tapi untukmu, bukan karenaku tapi karenamu. walau bukan saatnya tapi hasratku inginkan ku jadi bagian hidupmu meski kau belum menginginkannya, meski kau kerap berlalu karena sesuatu..
benar katamu, untuk apa mengumbar kata cinta, karena cukuplah hati yang mengumbarnya, hanya hati yang tulus yang dapat merasakannya lebih dari sekedar kata-kata bahkan kata paling romantispun..
cinta ini, entah kapan akan menghiasi tiap sudut hidupku, entah kapan warna itu akan kupersembahkan pada sang illahi... entah..... sampai lebih dari berbusa, sampai lebih dari berakar, sampai lebih dari berjamur.. mungkin sampai aku mati..
Read more...

for you

0 comments
 abah, jika ada kata yang paling tinggi dari kata cinta, mungkin itulah kata yang paling tepat untukmu.. bukan untukku tapi untukmu, bukan karenaku tapi karenamu. walau bukan saatnya tapi hasratku inginkan ku jadi bagian hidupmu meski kau belum menginginkannya, meski kau kerap berlalu karena sesuatu..
benar katamu, untuk apa mengumbar kata cinta, karena cukuplah hati yang mengumbarnya, hanya hati yang tulus yang dapat merasakannya lebih dari sekedar kata-kata bahkan kata paling romantispun..
cinta ini, entah kapan akan menghiasi tiap sudut hidupku, entah kapan warna itu akan kupersembahkan pada sang illahi... entah..... sampai lebih dari berbusa, sampai lebih dari berakar, sampai lebih dari berjamur.. mungkin sampai aku mati..
Read more...

luph

0 comments
cinta........ memberikan energi positif,,, indahnya cinta tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata bahkan kenangan tentang cinta membuat hati sekejap menjadi berubah ketika teringat akan perjalanannya, entah itu kenangan pahit, kenangan manis, kenangan lucu, atau pengalaman perasaan lainnya.. cinta....., seaneh apapun, sepahit apapun, selucu apapun, seindah apapun, semengiris apapun. tapi perjalanannya memberi kita arti, memberi kita makna.... memberi kita pengetahuan tentang bagaimana rasanya rindu itu, tentang bagaimana rasanya tersipu malu itu, tentang bagaimana rasa cemburu itu, tentang bagaimana rasanya jadi yang kedua, ketiga atau kesekian kalinya, bagaimana asyiknya menduakan cinta, tentang bagaimana sakitnya dihianati, sakitnya tidak direstui, sakitnya dipisahkan oleh jarak, susahnya memahami perbedaan... perjalanan cinta memberi kita warna tersendiri, mengubah yang biasa menjadi serasa luar biasa, cintaku memberi makna bahwa kesetiaan, kesabaran, penerimaan, positive thinking membuahkan cinta yang begitu indahnya...
Read more...

Tuesday, May 17, 2011

Tiga Hati Dua Dunia Satu Cinta - Trailer Film Indonesia 2010

1 comments
Read more...

Wednesday, May 4, 2011

TEORI KEPRIBADIAN “CARL R. ROGERS”

0 comments
A. Biografi Carl Ransom Rogers (1902-1987)
Carl rogers lahir lahir pada tangga 8 Januari 1902 dSi Oak , Illionis, sebuah daerah pinggiran Chicago, sebagai anak keempat dari eman bersaudara. Ayahnya adalah insinyur teknik sipil yang sukses sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga pemeluk Kristen yang taat. Dia langsung masuk SD karena sudah bisa membaca sebelum usia TK.
Saat Carl berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke sebuah daerah pertanian 30 mil sebuah timur Chicago, dan ditempat inilah dia menghabiskan masa remajanya. Dengan pendidikan yang keras dan kegiatan yang padat, kepribadian Carl menjadi adak terisolasi, independen dan sangat disiplin.
Dia masuk Universitas Wisconsin dan mengambil bidang pertanian. Kemudian dia beralih mempelajari agama dan bercita-cita pendeta. Saat itu, dia juga terpilih sebagai salah seorang dari 10 mahasiswa yang akan menghadiri “Konferensi Mahasiswa Kristen Sedunia” di Beijing selama 6 bulan. Dia menceritakan bagaimana pengalaman bari ini memperluas pemikirannya dan dia mulai meragukan beberapa pandangan yang menjadi dasar agama.
Setelah lulus dia menikah dengan Hellen Elliot (bertentangan dengan keinginan orangtuanya), yang kemudian pindah ke New York City dan mengajar di Union Theological Seminary, sebuah intiusi keagamaan liberal yang cukup terkenal kala itu. Suatu kali, dia menyarankan agar mahasiswa mengadakan diskusi kelas dengan tema “Kenapa Saya Mau Jadi Pendeta?”. Carl mengatakan bahwa sebagian besar pendeta kelas tersebut “menganggap alasan mereka sudah berdasarkan teks-teks keagamaan”.

Kehilangan keyakinan terhadap agama tentu saja merupakan persoalan psikologis. Oleh karena itu, rogers pun kemudian masuk program psikolofi klinis di Columbia University dan menerima gelah Ph. D tahun 1931. Dia mulai melakukan praktik di Rocherster Society for the Privention of Cruelty to Children (Masyarakat Rochester Mencegah Kekerasan Terhadap Anak-anak) di klinik ini, dia mempelajari teori Otto Rank dan teknik-teknik terapi yang kemudian menjadi langkah awal bagi pengembangan pendekatan-pendekatannya sendiri.
Dia menjabat professor penuh di Negara Bagian Ohio pada tahun 1940. Tahun 1942, dia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychoterapy. Kemudian, tahun 1945, dia diundang untuk mendirikan pusat konseling di University of Chicago. Saat bekerja di sinilah bukunya yang sangat terkenal Client-Centered Therapy diluncurkan, yang memuat garis besar teorinya.
Tahun 1957, dia kembali mengajar di almamaternya. University of Wisconsin. Sayangnya, saat itu terjadi konflik internal dalam fakultas psikologi dan Rogers merasa sangat kecewa dengan system pendidikan tinggi yang dia tangani. Tahun 1964, dengan senang hati dia menerima posisi sebagai peneliti di La Jolla, California. Di sini dia memberikan terapi, ceramah-ceramah, dan menulis karya-karya ilmiah sampai ajal menjemputnya tahun 1987.

BAB II
ISI
A. Konsep Teori Rogers
Rogers adalah salah satu dari banyak ahli yang mengembangkan teori humanistic dan menentang teori-teori sebelumnya yaitu psikoanalisis dan behavioristik, orang-orang humanis memandang kedua teori sebelumnya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia).
teori humanistic dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, kekuatan humanistic ini memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistic dapat diartikan sebagai “ Orientasi teoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya”. Para ahli humanistic memiliki pandangan yang optimistic terhadap hakikat manusia. Mereka meyakini bahwa:
1. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri;
2. Manusia memilki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah lakunya, dalam hal ini manusia bukan pion yang diatur sepenuhnya oleh lingkungan; dan
3. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional, dan konflik.
Teori Rogers sangat bersifat klinis, karena didasarkan pada pengalaman bertahun-tahun tentang bagaimana seharusnya seorang terapis menghadapi seorang kliennya. Meskipun terdapat sedikit persamaan dengan Freud, akan tetapi ada perbedaan karena dia menganggap manusia pada hakikatnya baik atau sehat-setidaknya, tidak jahat atau sakit. Dengan kata lain, dia memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan dan persoalan-persoalan kemanusiaan lainnya, sebagai penyimpangan dari kecenderungan alam. Perbedaan lainnya adalah teorinya relatif lebih sederhana ketimbang teori Freud.
1. Rincian Teori
a. Aspek-aspek kepribadian
Perhatian utama Rogers adalah kepada perkembangan atau perubahan, maka tidak menekankan kepada struktur kepribadian, walaupunbegitu dia mengajukan dua konstruk pokok dalam teorinya, yaitu organisme dan self.
1) Organisme
Rogers memandang bahwa setiap makhluk hidup tahu apa yang terbaik baginya. Evolusi telah melengkapi kita dengan pancaindra, selera dan kemampuan untuk memilih apa yang kita butuhkan. Saat kita lapar, kita akan mencari makanan-bukan sembarang makanan, tapi makanan yang rasanya enak. Makanan yang rasanya tidak enak biasanya membawa penyakit. Sedangkan apa yang enak da apa yang tidak enak telah ditunjukan dengan baik oleh proses evolusi kita. Inilah yang disebut Rogers dengan proses penilaian organismik.
Organisme yaitu makhluk fisik (physical creature) dengan semua fungsi-fungsinya, baik fisik maupun psikis. Organisme ini juga merupakan locus (tempat) semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam diri sendiri dan juga di dunia luar (ekternal world). totalisan pengalaman, baik yang disadari maupun yang tidak disadari membangun medan fenomenal (fenomenal field). Perilaku itu bukan fungsi (pengaruh) dari realitas eksternal, atau stimulus lingkungan, tetapi realitas subjektif atau medan fenomenal.
Di antara berbagai hal yang kita nilai berdasarkan insting adalah perhatian positif. Yang dimaksud Rogers dengan istilah ini adalah perasaan-perasaan seperti cinta, senang, atensi, kepedulian, dan lain sebagainya. Bayi, misalnya tentu sangat memerlukan cinta dan perhatian, bahkan besar kemungkinan bayi itu akan tewas kalau ini tidak ada. Mereka akan gagal tumbuh dan berkembang, artinya menjadi apa yang seharusnya.
Hal lain yang kita kenali secara instingtif, dan ini hanya dimiliki manusia, adalah perhatian positif terhadap positif terhadap diri sendiri, yaitu kehormatan, rasa bangga, citraan yang baik pada diri sendiri, dan lain sebagainya. Kita memperoleh perhatian positif terhadap diri sendiri ini dengan merasakan perhatian positif yang diberikan orang lain kepada kita selama masa-masa pertumbuhan. Tanpa adanya perhatian terhadap diri sendiri ini, kita akan merasa kecil, tak daya dan tak berguna, dan sekali lagi kita akan gagal menjadi apa yang seharusnya.
Masyarakat juga mengajarkan pada kita untuk selalu berada dalam syarat-syarat yang diperlukan. Dalam masa pertumbuhan, orangtua, guru, teman, media, dan lain-lain hanya mau mengabulkan keinginan kita kalau kita mampu menunjukan bahwa kita “baik dan patut”. Mereka memberikannya bukan karena kita memang memerlukanya.
b) Self
Self merupakan konstruk utama dalam teori kepribadian Rogers, yang dewasa ini dikenal dengan “self concept” (konsep diri). rogers mengartikannya sebagai persepsi tentang karakteristik “I” atau “me” dan persepsi tentang hubungan “I” atau “me” dengan orang lain atu berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai yang terkait dengan persepsi tersebut”. Diartikan juga sebagai “Keyakinan tentang kenyataan, keunikan dan kualitas tingkah laku diri sendiri”. Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri sendiri, seperti “saya cantik”, “saya seorang pekerja yang jujur”, dan “saya seorang pekerja yang rajin”
Perhatian positif yang tertuju pada “syarat-syarat” ini disebut Rogers dengan perhatian positif kondisional. Karena kita memang memerlukan perhatian positif, maka syarat-syarat ini sangat penting dan kita berusaha untuk selalu terikat padanya, bukan karena penilaian organismik atau kecenderungan aktualisasi yang ada dalam diri kita, akan tetapi karena masyarakat, terlepas apakah kita memang memiliki kepentingan terhadapnya atau tidak. Seorang anak yang “patuh” belum tentu seorang anak yang bahagia atau memiliki kesehatan mental yang baik.
Hubungan antara “self concept” dengan organism (actual experience) terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incongruence”. kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan kematangan penyesuaia (adjustment), dan kesehatan mental (mental health) seseorang. apabila antara “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) maka hubungan itu disebut inkongruen
Menurut Rogers kepribadian yang Berfungsi Baik mencakup kualitas-kualitas berikut ini :
1) Terbuka terhadap Pengalaman.
Kualitas ini adalah kebalikan dari sikap bertahan. Orang yang memiliki kualitas ini memiliki persepsi yang akurat tentang pengalamannya tentang dunia, termasuk perasaannya sendiri.
2) Kehidupan Eksistensial.
Yaitu kehidupan di sini dan sekarang. Rogers, yang sangat ingin menyatu dengan realitas, menegaskan bahwa kita tidak hidup di masa lalu atau masa yang akan datang – yang pertama telah berlalu, sementara yang kedua belum terjadi.
3) Keyakinan organismik.
Kita harus membiarkan diri kita dituntun oleh proses penilaian organismik. Kita harus yakin pada diri sendiri, melakukan apa yang menurut kita benar, wajar dan alamiah.
4) Kebebasan eksistensial.
Rogers menganggap persoalan apakah manusia bebas atau tidak sebagai sesuatu yang tidak relevan. Kita merasa memiliki kebebasan seolah-olah kita benar-benar memilikinya.
5) Kreativitas.
Orang yang kepribadiannya berfungsi baik, selalu terikat dengan aktualisasi, dengan sendirinya merasa tanggung jawab untuk ikut serta dalam aktualisasi orang lain, termasuk kehidupan itu sendiri.
b. Dinamika Kepribadian
Rogers meyakini bahwa manusia dimotivasi oleh kecenderungan atau kebutuhan untuk mengaktualisasikan, memelihara, dan meningkatkan dirinya. Kebutuhan ini bersifat bawaan sebagai kebutuhan dasar jiwa manusia, yang meliputi kebutuhan fisik dan psikis. Manusia juga memiliki kebutuhan lainnya yaitu “positive regard of other” dan “self regard”.
Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan dan minum, serta mempertahankan organism dari serangan luar, maka motif aktualisasi diri memelihara organism agar tetap survive. Disamping itu juga motif aktualisasi diri ini berfungsi untuk mendorong perkembangan manusia melalui diferensial organ-organ fisik, perkembangan fungsi-fungsi psikis, dan pertumbuhan seksual masa remaja.
c. Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak mengemukakan tahapan (stages) dalam perkembangan kepribadian. Dia lebih tertarik pada cara-cara oranglain (orangtua) menilai anak. jika seorang orangtua tidak mencurahkan “positive regard” (penerimaan dan cinta kasih) bahkan menampilkan sikap penolakan terhadap anak, maka kecanderungan kecenderungan bawaan anak untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Anak mempersepsi penolakan orangtua terhadap tingkah lakunya sebagai penolakan terhadap perkembangan “self concept” nya yang baru. apabila hal itu sering terjadi, anak akan mogok untuk berusaha mengaktualisasikan dirinya.
Secara ideal, anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap saat dari orang lain (orang tua). Kondisi ini disebut “unconditional positive regard”. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak diberikan secara conditional, tetapi secara bebas dan penuh.
Mengingat pentingnya memperoleh kepuasan akan kebutuhan “positive regard” , khususnya pada masa anak, maka seseorang akan menjadi sensitive akan sikap dan tingkahlaku oranglain. Melalui penafsiran terhadap reaksi yang diterima dari oranglain, seseorang mungkin mengubah atau memperhalus onsep dirinya. Hal ini menunjukan, bahwa perkembangan konsep diri seseorang dipengaruhi juga oleh upayanya mengininternalisasikan sikap-sikap oranglain.
Secara berangsur-angsur “positive regard” akan menjadi lebih mempribadi daripada yang berasal dari orang lain. Kondisi ini olrh Rogers dinamakan “positive self regard” Jika orang tua tidak mencurahkan “positive regards” (penerimaan, dan cinta kasih)bahkan menampilkan sikap penolakan terhadap anak, maka kecenderungan bawaan anak untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi terhambat. Secara Ideal ,anak mendapatkan kasih sayang dan penerimaan yang cukup pada setiap saat dari orang lain (orang tua).Kondisi ini disebut “unconditional Positive regard”.Kondisi ini mengimplikasikan bahwa cinta kasih ibu kepada anak tidak diberikan secara kondisional, tetapi secara bebas dan penuh. Perkembangan dari “positive regard” ke “positive self regard” dipengaruhi oleh kondisi yang mengembangkan perasaan berharga(conditions of worth).
Menurut Rogers “fully functioning person” merupakan tujuan dari seseorang. Orang yang telah mencapai “fully functioning person” ini memiliki karakteristik pribadi sebagai berikut :
1. Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Tidak ada pengalaman yang ditolak, semuanya disaring melalui self.
2. Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas pada setiap saat.berpartisipasi dalam kehidupan bukan sebagai pengamat.
3. Memiliki rasa percaya kepada dirinya sendiri,seperti dalam mereaksi atau merespon sesuatu. Dalam arti, dia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan data pengalaman yang diperoleh.
4. Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun.
5. Menjalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan, serta berpikir kreatif.

Rogers Memformulasikan teori kepribadiannya dalam 19 proposisi,yaitu sebagai berikut :
Proposisi 1 : Setiap individu berada dalam perubahan dunia pengalaman yang secara terus menerus berubah, dan dia sebagai pusatnya.
Proposisi 2 : Organisme mereaksi medan pengalaman sebagaimana medan itu dialami dan dipersepsinya.
Proposisi 3 : Organisme mereaksi medan fenomena sebagai keseluruhan yang terorgnisasi (organized whole)
Proposisi 4 : Organisme memiliki satu kecenderungan atau motif dasar, yaitu mengaktualisasikan, memelihara, dan mengembangkan “self”.
Proposisi 5 : Tingkah laku merupakan usaha organisme untuk mencapai tujuan yaitu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya.
Proposisi 6 : Emosi meyertai dan memfasilitasi pencapaian tujuan tingkah laku. Dalam hal ini kepribadian mencoba mengintegrasikan dua jenis emosi dalam tingkah laku; yang menyenangkan (seperti perasaan lega) dan yang tidak menyenangkan (seperti marah).
Proposisi 7 : Cara yang paling baik untuk memahami tingkah laku adalah melalui kerangka berpikir (frame of reference) individu itu sendiri.
Proposisi 8 : Sebagian dari medan persepsi berangsur-angsur terdiferensiasi menjadi “self”
Proposisi 9 : Struktur “self” terbentuk sebagai hasili nteraksi dengan lingkungan dan evaluasi terhadap orang lain. Pengalaman bersama orang lain membantu berkembangnya “self”. Dalam hal ini pengaruh orang tua sangat esensial dalam tahap strukturisasi “self “ ini.
Proposisi 10 : Nilai-nilai terkait dengan pengalaman, dan nilai-nilai yang merupakan bagian struktur “self”, dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang dialami langsung oleh organisme, dan dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang diintrojeksi atau diambil dari orang lain.
Proposisi 11 : Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan individu mungkin (a) dilambangkan (disadari), dipersepsi, dan diorganisasikan kedalam “self”’, (b) diabaikan karena dipersepsi tidak berhubungan dengan struktur “self”, dan (c) ditolak atau dilambangkan secara palsu karena pengalaman tidak konsisten atau tidak sesuai dengan struktur “self”.
Proposisi 12 : Cara-cara berperilaku yang diadopsi oleh organism adalah yang konsisten (selaras) dengan “self consept”. Self memelihara tingkah laku yang konsisten dengan gambaran yang dimilikinya. Dengan demikian untuk mengubah tingkah laku individu adalah dengan mengubah konsep dirinya.
Proposisi 13 : Tingkah laku, dalam hal-hal tertentu disebabkan atau didorong oleh pengalaman atau kebutuhan organism yang tidak dilambangkan. Tingkah laku ini tidak selaras dengan “self”, sehingga tidak diakui oleh individu yang bersangkutan. Biasanya tingkah laku demikian bersifat di luar control “self”, seperti : “Saya terpaksa melakukannya”, dan “Saya tidak terpaksa melakukannya”, dan “Saya tidak bermaksud demikian”.
Proposisi 14 : Malasuai psikologis (psychological maladjustment) terjadi ketika organism menolak untuk menyadari pengalaman sensoris dan yang mendalam, yang tidak dilambangkan atau diorganisasikan kedalam struktur “self”. Kondisi ini menjadi dasar atau potensi bagi terjadinya tegangan psikologis (psychological tension). Dalam hal ini kepribadian tidak dapat mengaktualisasikan dirinya, jika pengalamannya tidak serasi dengan dirinya yang nyata (real self).
Proposisi 15 : Penyesuaian psikologis (psychological adjustment) terjadi apabila semua pengalaman organisasi itu diasimilasikan pada taraf lambang (sadar) kedalam hubungan yang serasi dengan konsep diri. Ketegangan dari dalam (inner tension) tereduksi ketika kepribadian memiliki perasaan baru tentang dirinya.
Proposisi 16 : Setiap pengalaman yang tidak serasi dengan struktur “self” dipersepsi sebagai suatu ancaman, dan semakin kuat persepsi itu akan semakin terorganisasi struktur “self” untuk memelihara (mempertahankan) diri. Peristiwa-peristiwa (pengalaman-pengalaman) yang mengancam kepribadian itu menjadi kaku. Oleh karena itu self membentuk pertahanan terhadap pengalaman yang mengancam tersebut dengan menolaknya masuk ke kesadaran.
Proposisi 17 : Dalam kondisi yang tidak ada ancaman bagi struktur self, pengalaman yang tidak serasi itu dipersepsi, diuji, dan direvisi oleh struktur self agar dapat mengasimilasi dan melingkupi pengalaman-pengalaman tersebut. Terjadinya perubahan dalam kepribadian, ketika kepribadian dapat menerima segi baru dalam dirinya.
Propisisis 18 : Apabila individu mempersepsi dan menerima segala pengalamannya kedalam satu system yang serasi dan terpadu, maka dia akan lebih memahami dan menerima orang lain sebagai individu. Apabila individu dapat mengembangkan konsep dirinya yang serasi (selaras), maka dia akan dapat mengembangkan hubungan interpersonalnya yang baik dengan orang lain.
Proposisi 19 : Apabila individu mempersepsi dan menerima pengalaman organisme ke dalam struktur self-nya, dia akan menemukan bahwa dirinya telah mengganti system nilainya yang pada umumnya didasarkan kepada introjeksi yang dilambangkan secara palsu dengan proses penilaian pengalaman organismic yang terus menerus. Jika individu memiliki kepercayaan diri untuk melakukan proses penilaian (dapat menilai sikap, persepsi, dan perasaan baik terhadap dirinya, orang lain, atau peristiwa-peristiwa tertentu secara tepat), maka dia akan menemukan bahwa system yang lama itu tidak perlu lagi. Dalam arti nilai-nilai, sikap, atau persepsi yang lalu (yang tidak tepat) itu perlu diubah agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sehat (well adjustment).

B. Terapi
Carl Rogers terkenal dengan kontribusinya terhadap metode terapi. Terapi yang dia praktikan memiliki dua nama yang sama-sama dia pakai. Awalnya dia menyebut metodenya dengan non-direktif, sebab dia berpendapat seorang terapis tidak seharusnya tidak mengarahkan kliennya, akan tetapi membebaskan klien mengarahkan sendiri ke mana terapi akan berujung. Semakin banyak pengalaman yang dia peroleh selama terapi, seorang terapis akan semkin menyadari bahwa dia masih tetap memiliki pengaruh pada kliennya justsru karena dia sama sekali tidak mengarahkannya.
Kemudian Rogers mengganti istilah ini dengan metode yang terpusat pada klien. Dia tetap menganggap klienlah yang seharusnya menyatakan apa yang salah pada dirinya, berusaha memperbaikinya sendiri, dan menentukan kesimpulan apa yang akan dihasilkan proses terapi-terapi ini akan tetap “terpusat pada klien” meskipun dia menyadari betul pengaruh terapis terhadap dirinya.
Salah satu ungkapan yang dipakai Rogers dalam menggambarkan bagaimana cara kerja metode terapinya ini adalah “berusahalah mendorong dan mendukung, jangan mencoba merekonstruksi”, dan dia juga mencontohkan dengan proses belajar mengendarai sepeda.
Satu-satunya teknik yang dikemukakan Rogers untuk menjalankan metode tersebut adalah refleksi. Refleksi adalah pemantulan komunikasi perasaan. Kalau klien berkata saya merasa tidak berguna, maka si terapi bisa memantulkan hal ini kembali pada klien dengan berkata, kalau begitu hidup telah mengecewakanmu ? Dengan cara ini, si terapis sesungguhnya menunjukan pada kliennya bahwa dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan berusaha memahami perasaan si klien.
Syarat-syarat seorang terapis menurut Rogers :
1. Kongruen—kejujuran dan ketulusan dengan klien.
2. Empati—kemampuan merasakan apa yang dirasakan klien.
3. Respek—menerima klien apa adanya dan memberikan perhatian positif tak bersyarat kepadanya.
C. Ciri-ciri Pendekatan Client-centered (person centered)
1. Ditujukan kepada konseli yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian yang terpadu
2. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan bukan segi intelektualnya
3. Titik tolak konselor dan keadaan individu termasuk kondisi social. Psikologi masa kini dan bukan pengalaman masa lalu.
4. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikna antara ideal self dengan actual self.
5. Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh konseli sedangkan konselor adalah Pasif-Reflektif
D. Periode-periode Perkembangan Terapi Client-Centered

Periode 1 (1940-1950); Psikoterapi nondirectif
Pendekatan ini menekankan penciptaan iklim permisif dan noninterventif. Penerimaan dan klasifikas1. i menjadi teknik-teknik yang itama. melalui terapi nindirectif klien akan mencapai pemahaman atas dirinyan sendiri dan atas kehidupannya.
Periode 2 (1950-1957); Psikoterapi reflektif
Terapis terutama merefleksikan perasaan-perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungan dengan kliennya. melalui terapi reflektif, klien mampu mengembangkan keselarasan antara konsep diri dan konsep diri idealnya.
Periode 3 (1957-1970)
Tingkah laku yang luas dari terapis yang mengungkapkan sikap-sikap dasarnya menandai pendekatan terapi eksperiensial ini. tetapi difokuskan kepada apa yang sedang dialami oleh klien dan pada pengungkapan apa yang sedang dialami oleh terapis. klien tumbuh pada suatu rangkaian keseluruhan (continuum) dengan belajar menggunakan apa yang sedang dialami.
E. Teori Client-Centered dalam Konseling Individual
Teori client centered merupakan psikoterapi nondirective yaitu metode perawatan psikis dengan berdialog anara konselor dengan konseli agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self dengan actual self.
1.Tujuan Konseling
Tujuan konseling untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Integral berarti struktur kepribadian tidak terpecah antara gambaran tentang diri dengan kenyataan. tanggung jawab dan kemampuan dirinya. Dalam hal ini diperlukan kemampuan dan keterampilan konselor, kesiapan konseli untuk menerima bimbingan dan taraf intelegensi konseli yang memadai.

2.Proses konseling
Kepribadian berdiri sendiri berarti mampu menentukan sendiri atas dasar
a) Konseli datang kepada konselor
b) Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab konseli, konselor menyadarkan konseli.
c) Konselor memberanikan konseli agar mampu mengemukakan perasaannya, konselor bersikap ramah, bersahabat dan menerima konseli.
d) Konselor menerima perasaan konseli dan memahaminya.
e) Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima keadaan dirinya.
f) Konseli menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil (perencanaan).
g) Konseli merealisasikan pilihannya itu.

2. Teknik konseling
a) Acceptance: Konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala masalahnya, menerima secara netral.
b) Congruance : Karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan konsisten.
c) Understanding: Konselor dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia konseli sebagaimana dilihat dari dalam diri konseli itu.
d) Non judge mental : Memberi penilaian terhadap konseli, akan tetapi konselor selalu objektif.

F. Kritik Terhadap Teori Rogers
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
Beberapa kritik terhadap konseling berpusat pada konseli antara lain :
a. Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi melupakan factor intelektif, kognitif dan rasional
b. Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori
c. Tujuan untuk setiap klie yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
d. Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan klien
e. Meskipun terbukti bahwa konseling client-centered diakui efektif tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya
f. Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.

REFERENSI

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurikhsan.(2008). Teori Kepribadian. Bandung : PT. REMAJA ROSDAKARYA
Gerald Corey. (2009). Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI : Bandung : Reflika ADITAMA
Sofyan S. Willis. (2009). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : ALFABETA
George Boeree. (2008). Personality Theories. Jogjakarta. PRISMASPHIE
Read more...

ANALISIS FENOMENA “KONSEP DIRI” DITINJAU DARI TEORI PERSON CENTER ”CARL ROGERS”

1 comments
FENOMENA
Fenomena ini, saya ambil dari surat elektronik yang dikirimkan oleh teman saya kepada saya, kira-kira satu tahun yang lalu. Saya sudah mendapat izin dari teman saya untuk mengangkat kasusnya dalam tugas UTS ini. Isi suratnya sebagai berikut.

Yu, aku mah ga betah kuliah teh, pengen SMA lagi. Oya, aku sekosan sama teteh yang soleh, pinter bgt dalam masalah agamanya, sedikit-sedikit aku jadi lebih mendalami islam. Aku mu cerita. Disini aku mendadak jadi pendiam, pemalu, dan lemah, sampe sekarang yuuu. Padahal aku aslinya rame kan? Sebelll sebelll…. Apa karena aku dari kampung, tidak cantik, tidak kayak, tidak sepadan dengan mereka…….. aku kan berhak berteman juga……….
Bantuin aku donk, aku ingin jadi aku yang rame lagi, mengekspresikan diriku.. gag ada teman sepertimu disini. Aku ingin jadi aku yang rame, ceria, punya banyak teman, gampang buat kenal sama orang. Kayak aku dulu di SMA. Aku pengen nunjukin kalo akutuh rame kayak mereka juga.. Duuuuuuuuh, pussing bgdd tau…..
Mereka telah menyulapku menjadi wanita yang pendiam, pemalu, HANYA DIAM… pengen rasanya gag kuliah aja, sekarang inilah aku si pendiam. 
Apa yang salah coba?
Aku akan buktikan aku adalah wanita yang pintar.
Pliss sob, balas ya. Yau are my best friend.

ANALISIS
A. Pandangan Rogers Terhadap Individu
Konstruk utama tentang teori rogers yaitu tentang diri (self). Self secara bertahap melalui pengalaman, bagian dari medan fenomena akan terdiferensiasi: persepsi yang cocok atau disetujui menggambarkan dirinya yaitu self. Self merupakan persepsi tentang “I” atau “me” dan persepsi antara hubungan “I”dengan “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut dengan nilai-nilai yang terlibat dalam persepti itu.
Secara hierarkis, konsep diri terdiri dari tiga peringkat. Pada peringkat pertama, adalah konsep diri global (menyeluruh). Konsep diri global merupakan cara individu memahami keseluruhan dirinya. merupakan arus kesadaran dari seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran itu ada “The I”, yaitu “Aku Subjek” dan “The Me”, yaitu “Aku Objek”. Kedua “Aku” ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa terjadi karena manusia mampu merefleksi dirinya sendiri. Dengan katalain, kedua aku itu hanya dapat dibedakan secara konseptual, tetapi tetapmerupakan satu kesatuan secara psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidakhanya dapat menilai orang lain, tetapi juga dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan hanya sebagai penganggap, tetapi juga sebagai perangsang. Jadi diri kita bisa menjadi subjek dan objek sekaligus. Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1) Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu akan kemampuannya, statusnya, dan perannya.
2) Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang bagaimana orang lain memandang atau menilai dirinya.
3) Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya, atau akan menjadi apa dirinya kelak. Jadi aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa konsep diri terbentuk dari medan fenomena, medan fenomena menrupakan keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, disadari maupun tidak disadari.

Dalam kasus ini pada awalnya katakanlah inisialnya Dini, sebelum dia kuliah, saat dia masih tinggal bersama orangtuanya, bersama lingkungan yang membesarkannya dia merasa nyaman dan dia memiliki konsep diri yang positif, seperti yang telah diceritakan olehnya yaitu “Padahal aku aslinya rame kan?” pada mulanya dia mempersepsikan dirinya sebagai pribadi yang rame, periang, dan supel. Dan lingkungan sekitar mempersepsi Dini sama halnya dengan persepsi Dini terhadap dirinya, artinya Dini mendapatkan penerimaan positif dan penghargaan positif dari lingkungan sekitarnya sehingga dia menjadi pribadi yang untuh.
Dibawah ini merupakan Ciri-ciri pribadi dan perilaku orang atau remaja yang memiliki konsep diri yang positif:
1. Merasa yakin atau percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
2. Merasa setara dengan orang lain (tidak merasa rendah diri atau bersikapsombong dalam bergaul dengan orang lain).
3. Dapat menerima pujian orang lain secara wajar.
4. Mampu memperbaiki dirinya, apabila mengalami kegagalan.
5. Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan orang lain.

Namun setelah dini masuk kedalam lingkungan baru, ternyata lingkungan tersebut tidak bersahabat dengan dirinya, pengalaman mengenai lingkungan baru ini secara tidak langsung membuat konsep dirinya berubah, dari pernyataannya “Mereka telah menyulapku menjadi wanita yang pendiam, pemalu, HANYA DIAM… pengen rasanya gag kuliah aja, sekarang inilah aku si pendiam. ” dari kalimat ini, dapat diartikan bahwa konsep diri Dini yang semula positif berubah manjadi konsep diri yang negative karena pengaruh pengalaman barunya, tentang lingkungan yang tidak memberikan penghargaan positif terhadap dirinya dan dirinya yang tidak mampu mempertahankan konsep dirinya.
Berikut adalah ciri-ciri pribadi dan perilaku orang atau remaja yang memiliki konsep diri yang negatif:
1. Tidak mau dikritik orang lain, suka marah jika dikritik oleh orang lain.
2. Senang dipuji orang.
3. Suka meremehkan atau mencela orang lain.
4. Merasa tidak disenangi, ditolak, atau tidak diperhatikan orang lain, sehingga kurang bisa akrab dalam berteman.
5. Bersikap pesimis dalam suasana persaingan, atau pesimis akan masa depan.

B. Congruence (kesesuaian)
Perhatian Rogers adalah bagaimana self dan organisme menjadi semakin kongruen, juga bagaiman kongruen terjadi antara realitas subjektif dengan realitas ekternal dan kongruen antara strutur self dengan ideal self, inilah yang dimaksud dengan kepribadian yang integral yaitu struktur kepribadiannya tidak pecah.
Organisme yaitu mahluk fisik dengan semua fungsi-fungsinya baik fisik maupun psikis, juga merupakan tempat semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dlam diri sendiri dan dunia luar. Apabila “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu disebut kongruen, apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) antara maka hubungan tersebut disebut inkongruen.
Dalam kasus diatas dapat dikatakan terjadi inkongruen antara organisme dengan struktur self yaitu ketika dia meyakini dirinya sebagai seorang yang rame, ceria supel, namun ternyata pengalaman dengan lingkungan dimana dia berada membuat dia secara tidak langsung menjadi pendiam, karena tidak ada kesempatan untuk berekspresi. Inkongruen juga terjadi pada realitas subjektifnya dengan realitas eksternal, ketika dia meyakini pribadi dia yang rame, ceria dan supel (realitas subjektif), kemuadian realitas eksternal mempersepsikan Dini sebaggai orang yang pendiam. Ketidakkongruenan terjadi juga antara ideal self dengan self concept ketika dia menyadari bahwa dirinya sekarang adalah seorang yang pendiam (realitas subjektif) maka diapun memiliki keinginan agar memiliki dirinya yang dulu, yang rame, ceria dan supel yang pada saat ini bukan diri yang sebenarnya namun merupakan diri yang diinginkan (idel self) dapat dilihat dari statement berikut “aku ingin jadi aku yang rame lagi, mengekspresikan diriku.. gag ada teman sepertimu disini. Aku ingin jadi aku yang rame, ceria, punya banyak teman, gampang buat kenal sama orang. Kayak aku dulu di SMA” (idel-self) merupakan suatu keinginan atau cita-cita, dengan “sekarang inilah aku si pendiam” (self concept) merupakan aku yang sebenarnya.
Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya, dan menerima keadaan dirinya.
Dalam bukunya Teori Kepribadian (Syamsu Yusuf : 145) menjelaskan Suasana inkongkuen menyebabkan seorang mengalai sakit mental (mental illness), seperti merasa terancam, cemas, berprilaku defensive, dan berprilaku yang kaku atau picik.
Dari pernyataan “Apa yang salah coba?” ini menandakan bahwa dia mengalami kebingungan dan kecemasan. Pernyataan “Apa karena aku dari kampung, tidak cantik, tidak kayak, tidak sepadan dengan mereka” dia melakukan sebuah defend (pertahanan), pengalaman diinterpretasi secara salah dalam rangka menyesuaikan dengan aspek yang ada dalam konsep self yaitu dengan menyalahkan keadaan.
Sedangkan situasi kongruen menyebabkan individu dapat berfungsi sepenuhnya (Fully function), yaitu
1. Terbuka terhadap pengalaman
2. Hidup menjadi eksistensial
3. Memiliki keyakinan organismik
4. Kebebasan eksistensial
5. Memiliki kreativitas.

C. Aktualisasi Diri
Tujuan dari perkembangan kepribadian yaitu untuk aktualisasi diri bukan untuk mereduksi tegangan energy. Ada banyak kebutuhan tetapi semuanya tunduk melayani kecenderungan dasar organism untuk aktualisasi diri: yakni kebutuhan
1. Pemeliharaan (maintenance) yaitu kebutuhan yang timbul dalam rangka memuaskan kebutuhan dasar. Pemeliharaan bersifat konservatif, dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan konsep diri yang dirasa nyaman.
2. Peningkatan diri (enhancement) yaitu kebutuhan untuk menjadi lebih, untuk berkembang, dan untuk mencapai tujuan.
3. Penerimaan positif dari oranglain
4. Penerimaan positif dari diri sendiri.
Pendekatan person center dipandang efektif diterapkan kepada individu yang ingin mengaktualisasikan dirinya, individu yang bersemangan dan memiliki keinginan yang besar menuju aktualisasi dirinya. Untuk mencapai aktualisasi diri, penerapan pendekatan person center sangat cocok dilakukan terhadap Dini, karena dia memiliki kemauan yang besar dalam kalimat terakhir sebelum penutupan dia mengatakan “Aku akan buktikan aku adalah wanita yang pintar” ini merupakan semangat yang besar.
D. Peran Konselor
Sangat mungkin sekali, fenomena seperti ini terjadi di sekolah-sekolah. Ketika konseli datang kepada konselor untuk menceritakan masalahnya maka konselor harus mempersiapkan beberapa situasi yang ditimbulkan dalam proses konseling.
1. Empati, yaitu sikap memahami seluruh gejala yang dialami konseli, karena pendekatan ini berpusan pada pribadi, maka empati ini ditujukan agar konseli tidak merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya. Sehingga ia tidak menutup diri dan akan berusaha meningkatkan kemampuannya guna mendapatkan wawasan (insight, yaitu kesadaran seseorang akan kondisi mentalnya sendiri) dalam memecahkan masalahnya. Empati dapat dilakukan dengan merefleksikan kembali apa yang diceritakan konseli. Jadi, empati merupakan umpan balik dari apa yang telah dikatakan dan dilakukan konseli.
2. Pandangan positif, adalah keyakinan konselor bahwa konseli mampu memahami dan mengubah dirinya ke arah yang lebih positif. Dengan pandangan ini, konselor menunjukkan sikap menerima seluruh kemampuan dan keterbatasan konseli. Sikap ini merupakan kunci utama dalam meingkatkan konsep diri ke arah yang lebih positif.
3. Keakraban dari konselor, konselor harus menciptakan situasi natural dan spontan dalam menanggapi seluruh gejala yang dialami konseli. Situasi keakraban yang tercipta akan menimbulkan rasa aman yang dapat membantu konseli untuk memecahkan masalahnya.
Ketiga pendekatan ini dipandang efektif dalam perubahan kepribadian selama proses konseling.

KESIMPULAN
Permasalahan yang timbul dalam kehidupan remaja yang merupakan masa pencarian jati diri seringkali berasal dari pemahaman tentang dirinya. Secara tidak sadar mereka menciptakan sendiri masalahnya karena cara mereka mempersipkan diri mereka salah atau konsep diri yang salah. Konsep diri yang positif akan berdampak positif pula terhadap perkembangannya begitupun sebaliknya jika konsep diri negative maka perkembangannyapun akan negative, dari konsep diri negatiflah muncul problem seperti tidak percaya diri dan rendah diri
Dalam pengaktualisasian diri, pendekatan Person Center dipandang efektif untuk individu yang memiliki semangat dan berkeinginan untuk mengaktualisasikan dirinya.
Read more...

Thursday, April 21, 2011

PENGARUH NEGATIVE HUBUNGAN INTERAKSI SOCIAL DALAM KELOMPOK TEMAN SEBAYA (GANG) DI SEKOLAH

0 comments

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan baik struktur, dinamika, masalah- masalah pendidikan atau aspek-aspek lainya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Sedangkan Antropologi adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Sedangkan yang menjadi objek kajian antropologi adalah kebudayaan. Yang ruang lingkupnya
Sekolah merupakan system yang terstruktur, interaksi yang terjadi antar warga sekolah tentu tidak selamanya baik-baik saja, apalagi jika kita melihat fenomena-fenomena yang banyak terjadi di Negara Indonesia menganai perilaku menyimpang remaja di sekolah. Hal ini berpengaruh terhadap system sekolah dan yang paling besar pengaruhnya yaitu terhadap pribadi dan masa depan siswa itu sendiri
Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai mahluk sosial. Setiap anak yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada permasalahan penyesuaian sosial, yang diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya. Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya.
Dewasa ini banyak terjadi fenomena yang sangat miris terjadi pada remaja-remaja sekolah disekeliling kita, seperti yang dialami salah satu siswi di salah satu SMA Negeri di Garut yang merasakan pengaruh negative dari hubungan interaksi social dalam kelompok teman sebayanya
Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas pengaruh negative hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya di sekolah

B.     RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah dalam pembahasan makalah ini, diantaranya
Bagaimana pengaruh negative hubungan interaksi social dalam kelompok teman sebaya di sekolah ?

C.    TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan diadakannya pembahasan ini adalah untuk mengetahui pengaruh negative negative hubungan interaksi social dalam kelompok teman sebaya di sekolah


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Interaksi Sosial

1.      Pengertian Interaksi social
Interaksi sosial adalah suatu  hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.
Interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi  saling mempengaruhi baik positive ataupun negative
2.      Faktor- faktor yang mempengaruhi interaksi social
Menurut Gerungan (2000: 58) faktor- faktor ynag mempengaruhi interaksi sosial yaitu,
a.       Faktor Imitasi : Merupakan dorongan untuk meniru orang lain, misalnya dalam hal tingkah laku, mode pakaian dan lain- lain.
b.      Faktor Sugesti : Yaitu pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari orang lain.
c.       Faktor identifikasi : Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain.
d.      Faktor Simpati : Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Interaksi sosial yang mendasarkan atas rasa simpati akan jauh lebih mendalam bila dibandingkan hanya berdasarkan sugesti atau imitasi saja.

Jika dorongan untuk meniru oranglain sangat kuat maka ini memungkinkan individu menggunakan interaksinya tersebut untuk melakukan cara apapun agar sama dengan temannya, atau adanya pengaruh-pengaruh negative dari oranglain yang langsung saja diterima tanpa filter yang kuat, dorongan untuk identik dengan oranglain. Interaksi ini akan sangat berpengaruh negative dan sekolah merupakan sumber utama interaksi sosial remaja karena di sekolah mereka bertemu dengan banyak orang seusia mereka.
3.      Bentuk- bentuk Interaksi Sosial
Menurut Park dan Burgess (Santosa,2004:12) bentuk interaksi social dapat berupa:
a.       Kerja sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok-kelompok bekerja sama Bantu membantu untuk mencapai tujuan bersama. Misal, gotong-royong membersihkan halaman sekolah.
b.      Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama. Jika persaingan itu sportif maka ini akan menjadi interaksi yang positive tetapi jika persaingan sudah tidak sehat, akan banyak masalah yang muncul kepermukaan akibat dari persaingan tersebut dan efeknya bisa bermacam-macam
c.       Pertentangan.
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial yang berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama.
d.      Persesuaian
Persesuaian ialah proses penyesuaian dimana orang-orang atau kelompok- kelompok yang sedang bertentangan bersepakat untuk menyudahi pertentangan tersebut atau setuju untuk mencegah pertentangan yang berlarut- larut dengan melakukan interaksi damai baik bersifat sementara maupun bersifat kekal. Selain itu akomodasi juga mempunyai arti yang lebih luas yaitu, penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
e.       Perpaduan
Perpaduan adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara individu atau kelompok. Dan juga merupakan usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
4.      Jenis- jenis Interaksi
Menurut Shaw (Ali,2004: 88) membedakan interaksi dalam menjadi tiga jenis, yaitu:
a.       Interaksi verbal. Interaksi verbal terjadi apabila dua orang atau lebih  melakukan kontak satu sama lain dengan menggunkan alat- alat artikulasi. Prosesnya terjadi dalam saling tukar percakapan satu sama lain.
b.      Interaksi fisik. Interaksi fisik terjadi manakala dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa- bahasa tubuh.
c.       Interaksi emosional. Interaksi emosional terjadi manalaka individu malakukan kontak satu sama lain dengan melakukan curahan perasaan.


B.     Kelompok Teman Sebaya

1.      Pengertian kelompok teman sebaya
Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang saling berkaitan, berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam perilaku untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai- nilai dan pola hidup sendiri, di mana persahabatan dalam periode teman sebaya penting sekali karena merupakan dasar primer mewujudkan nilai- nilai dalam suatu kontak sosial. Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi anak untuk mewujudkan nilai- nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggungjawab dan kompetisi.
2.      Hakekat kelompok teman sebaya
Anak berkembang di dalam dua dunia sosial:
a.       Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru- gurunya dan sebagainya.
b.      Dunia teman sebaya, yaitu sahabat- sahabatnya, kelompok bermain, perkumpulan- perkumpulan.
Setiap kelompok memiliki peraturan- peraturanya sendiri, tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyai harapan- harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya juga mempunyai kebiasaan- kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku, bahkan bahasa sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan cara- cara hidup bermasyarakat. Biasanya anatar umur empat dan tujuh tahun dunia sosial anak mengalami perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang berpusat di dalam keluarga ke dunia yang lebih luas yang berpusat pada kelompok sebaya. Anak cenderung merasa nyaman berada bersama- sama teman- teman sebayanya daripada berada bersama orang- orang dewasa, meskipun orang- orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh pengertian.

3.      Macam- macam Kelompok teman sebaya
Menurut Hurlock (1999 : 215) ada beberapa lima macam kelompok teman sebaya dalam remaja, antara lain :
a.       Teman Dekat : Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat.
b.      Teman Kecil : Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman- teman dekat.
c.       Kelompok Besar : Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta dan berkencan. Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang di antara anggota- anggotanya sehingga terdapat jarak social yang lebih besar di antara mereka.
d.      Kelompok Terorganisasi : Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja yang mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia 16- 17 tahun.
e.       Kelompok Gang : Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti kelompok gang. Anggota biasanya terdiri dari anak- anak sejenis dan minat mereka melalui adalah untuk menghadapi penolakan teman- teman melalaui perilaku anti sosial.


BAB III
FENOMENA

Deskripsi cerita:
Nama saya Erna siswi di salah satu SMA Negeri di Garut
Awal saya masuk sekolah saya sudah dimusuhi oleh salah satu kelompok yang paling disegani di sekolah karena saya cantik dan banyak kakak tingkat yang suka sama saya.
Saya kerap dianiaya oleh mereka, di kata-katain, dijambak sampai di tendang, suatu ketika saya bernegosiasi dengan mereka untuk masuk ke kelompok mereka, karena saya tidak mau dimusuhi oleh mereka saya masuk ke kelompok mereka, sejak saat itu saya menjadi salah satu cewe modis, popular dan berkuasa disekolah, persahabatan kami sangat dekat kami sangat setia kawan,
Dari mereka saya nyoba-nyoba merokok, minum alcohol, taruhan dapetin pacar, bolos dari kelas, dan itu sangat menyenangkan, mereka sangat baik, setia kawan, suka ngejajain, saling pinjam baju. saat itu saya tidak merasa ada yang salah, saya senang saja diakui dan menjadi siswa popular di sekolah lagi pula mereka sangat baik.
Namun suatu ketika saya disuruh oleh ketua kelompok untuk melabrak teman dekat saya sebelum saya berteman dengan mereka.
Gara-gara saya teman dekat saya jadi menderita, dan saya juga menyadari ternyata selama ini saya diamanfaatkan oleh mereka, dari sana saya memutuskan untuk pindah sekolah


BAB IV
ANALISIS FENOMENA


Interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya bisa berpengaruh positive maunpun negative Fenomena interaksi social yang terjadi pada Erna menunjukan interaksi yang menyimpang, Dalam kelompok tersebut terjadi hubungan timbal balik lebih dari dua orang, mereka memainkan peran secara aktif. Jenis kelompok teman sebaya yang Erna alami yaitu jenis gang yaitu kelompok remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, sehingga mereka mendirikan  kelompok gang. Anggota biasanya terdiri dari anak- anak sejenis dan minat mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman- teman melalui perilaku antisosial
            Gang memiliki sifat antisocial, mereka mengeklusifkan diri mereka dan bertindak seenaknya, mereka lebih suka memikirkan hal-hal yang dekat, terjangkau dan berbau senang-senang atau fun. Pada umumnya mereka ditolak oleh teman-teman yang lainnya maupun oleh masyarakat, sehingga mereka memiliki kohesivitas yang tinggi.
            Gang yang Erna ikuti merupakan kelompok wanita popular, paling cantik dan modis, dan menguasai sekolah sehingga ketika ada siswi baru yang lebih cantik dan menjadi popular lebih dari mereka, mereka tidak akan terima kemudian mereka berusaha membuat anak baru itu menderita.
Sebelumnya Erna menjadi korban kekerasan anggota gang tersebut namun pada akhirnya karena factor sugesti yaitu pengaruh psikis yang dirasakan oleh Erna, suatu perasaan tidak ingin diperlakukan tidak baik lagi sehingga dia menerima tawaran untuk bergabung dengan gang tersebut. ditengah-tengah dia merasakan kebahagiaan namun pada akhirnya dia menyadari bahwa interaksi tersebut berpengaruh negative terhadap dirinya.

Kasus Erna menunjukkan bahwa pengaruh negative interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dalam hal ini gang, mengarah kepada perilaku menyimpang, karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku.
Dalam persahabatan dalam hal ini gang interaksi yang terjalin sangat begitu kuat karena didalamnya ada suatu system dan norma-norma kelompok yang mengatur, seperti harus mengerjai siswa baru yang blagu, ini sudah menjadi kesepakan bersama dan menjadi pemersatu, mereka sulit dipisahkan, individu yang keluar dari kelompok itu, maka dia akan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat dan dari kelompoknya sendiri, justru dengan berkumpul dengan gangnya dia akan lebih percaya diri dan merasa ada yang melindungi.
Jadi pengaruh negative interaksi sosial dalam gang yaitu erat sekali akan terjadinya perilaku menyimpang yaitu kenakalan remaja. Remaja yang masuk ke dalam gang, dia akan terikat oleh norma-norma kelompok dan melakukan penyimpangan sebagai bentuk anti sosial
Teori sosiologi atau teori belajar memandang penyimpangan muncul dari konflik normatif di mana individu dan kelompok belajar norma-norma yang membolehkan penyimpangan dalam keadaan tertentu. Pembelajaran itu mungkin tidak kentara, misalnya saat orang belajar bahwa penyimpangan tidak mendapat hukuman. Tetapi pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi norma-norma dan nilai-nilai yang menetapkan penyimpangan diinginkan atau dibolehkan dalam keadaan tertentu..
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.  Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui  jalur tersebut berarti telah menyimpang.
Sangat terlihat bentuk penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial dari bahwa mereka kerap nyoba-nyoba merokok, minum alcohol, taruhan dapetin pacar, bolos dari kelas hal ini akan sangat membahayakan kondisi fisik dan psikis individu itu sendiri juga kelangsungan masa depan bangsa. Sekolah resah, masyarakat resah dan yang paling penting orangtua akan sangat sedih melihat perilaku anak-anaknya. Lebih bahaya lagi jika perilaku menyimpang tersebut  oleh masyarakat dianggap bukan perilaku menyimpang, melainkan hal yang biasa dan dibiarkan. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya agar remaja Indonesia dapat menyalurkan minat dan kreativitasnya pada hal yang positive, dan bisa memanfaatkan interaksi dengan teman sebayanya secara positive sehingga hasil yang diperolehpun akan membanggakan dirinya dan orangtuanya, upaya tersebut diantaranya :
1.      Keluarga : keluarga adalah sumber pendidikan yang pertama dan utama, interaraksi sosial lebih banyak terjadi pada lingkungan keluarga, semakin meningkatnya keberfungsian sosial  sebuah keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya atau kualitas kenakalannya semakin rendah. Di samping itu penggunaan waktu luang yang tidak terarah merupakan sebab yang sangat dominan bagi remaja untuk melakukan perilaku menyimpang, oleh karena itu perlu adanya hubungan interpersonal yang harmonis antara anak dan anggota keluarga lainnya, sikap permusuhan, iri hati, bertengkar atau kurang memperhatikan nilai-nilai moral, hal ini akan memicu terjadinya kenakalan remaja
2.      Sekolah : sekolah dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi siswa, bagi remaja yang melakukan penyimpangan, sekolah akan menjadi tempat subur untuk melakukan aksinya, maka dari itu sekolah harus menerapkan nilai-nilai moral dan agama yang tinggi, interaksi sosial antar warga sekolahpun harus harmonis.
3.      Masyarakat : Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.


BAB V
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Pengaruh negative interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya (gang) di sekolah berkorelasi dengan perilaku menyimpang yaitu kenakalan remaja, maka pengaruh negative yang ditimbulkan oleh interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya yang jenisnya gang adalah kenakalan remaja, bentuk kenakalan remaja bermacam-macam dan akibatnyapun bermacam-macam, sebagai mahluk sosial selain berpengaruh terhadap pelakunya sendiri juga berpengaruh terhadap system sekolah dan system masyarakat
      Kenakalan remaja lahir dari suatu system, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat, keluarga yang tidak harmonis akan membuat remaja mencari pelarian, sekolah yang tidak menerapkan budaya normative dan disiplin yang baik maka sekolah akan menjadi tempat yang subur bagi kenakalan remaja, kemudian moral yang lemah di masyarakat akan membuat perilaku menyimpang sudah menjadi hal biasa. Maka dari itu iklim-iklim yang menjunjung tinggi nilai keharmonisan, normative dan moral harus sangat diperhatikan dan diterapkan bersama dalam suatu system sosial.

B.   SARAN

1.      Kepada pihak sekolah agar menciptakan interaksi sosial antara semua warga sekolah yang harmonis, menerapkan budaya normative serta disiplin yang baik. Ciptakan di lingkungan keluarga dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA


Babam Suryaman (2010). Makalah Sosilogi Antropologi Pendidikan. [online], tersedia di : www.kosmaext2010.com. [19 April 2011]
Iwang (2010). Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga. [online]. Tersedia di : http://iwangeodrsgurusosiologismamuhammadiyah1tasikmalaya.yolasite.com/perilaku-menyimpang.php. [19 April 2011]
Iwang (2010). Teori-Teori Umum Tentang Perilaku Menyimpang. [online]. Tersedia di : http://iwangeodrsgurusosiologismamuhammadiyah1tasikmalaya.yolasite.com/perilaku-menyimpang.php. [19 April 2011]
Wani (2009). Makalah Sosilogi Antropologi Pendidikan http://wanipintar.blogspot.com/2009/06/makalah-sosiologi-pendidikan.html
Syamsu Yusuf (2008). Mental Hygiene. Bandung : Maestro
_______Keluarga, Teman Sebaya Dan Pendidikan . [online]. Tersedia di : http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_162.html [19 April 2011]
___________()Pengertian Interaksi Sosial. [online] Tersedia di : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html. [19  April 2011]
Relawan YAI. (2007) Waspadai, Tekanan Teman Sebaya Menjerumuskan. [online] tersedia di : http://rafiqrokhanzen.wordpress.com/2007/12/14/waspadai-tekanan-teman-sebaya-menjerumuskan/ [ 19 April 2011]
Read more...