BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. TEORI BEHAVIORAL
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis
bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati
(observable behavior). Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni
Pavlovian dan Skinnerian. Para ahli behaviorostik kurang memiliki perhatian
terhadap struktur kepribadian internal seperti id, ego, dan super egonya Freud,
karena stuktur seperti ini tidak dapat diobservasi.
Teori ini sering disebut dengan teori belajar seperti yang di ungkapkan
Muhamad Surya (1988:186) bahwa dalam
konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Hal ini berarti konseling behavioral membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Hal yang paling mendasar dalam
konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam
pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement yang merupakan bentuk adaptasi dari teori
pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.
Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
1.
Pembiasaan
klasik;
Tokoh kondisioning klasik adalah Ivan Pavlov yang
mengilustrasikan classical conditioning melalui percobaan dengan anjing. Pembiasaan klasikal adalah suatu jenis
belajar dimana stimulus netral dikemukakan secara berulang dengan stimulus yang
dapat menimbulkan respon tertentu secara naluriah sehingga stimulus netral tsb
akhirnya menimbulkan respon yang diharapkan (respond conditioning). Berdasarkan
percobaan dari Pavlov dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya ikatan
stimulus bersyarat dan respons bersyarat.
2.
Pembiasaan
operan
Jenis belajar dimana perilaku semata-mata dipengaruhi
oleh akibat yang menyertainya. Tokohnya
adalah B.F. Skinner. Teori pembiasaan operan menghasilkan tiga prinsip
belajar : Penguatan (reinforsment), Extinction (ekstinsi), dan hukuman
(punishment).
a.
Reinforcement
Menurut Skinner “Reinforcement dapat
terjadi dalam dua cara yaitu positif dan negatif. Yang positif terjadi ketika
respon diperkuat (muncul lebih sering) sebab diikuti oleh kehadiran stimulus
yang menyenangkan. Sementara
“Reinforcement” negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini
memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak
(menghindar).
b.
Extinction
Terjadinya extinction dimulai ketika
respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif.
c.
Hukuman
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan
hukuman. Menurut Skinner (Syamsu : 132) hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah
(menurun frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh kehadiran
stimulus yang tidak menyenangkan.
3.
Teori Belajar Sosial
Tokoh dari Teori belajar ini adalah
Bandura. Teori belajar social Bandura tentang kepribadian didasarakn pada formula
bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus
menerus antara faktor-faktor penentu : internal dan eksternal
Perilaku
dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan
internal. Karena itu tujuan dari terapi adalah untuk memodifikasi
koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R). Dasar teori dari
behavioral adalah
1.
Belajar waktu lalu
dalam hubungannya dengan keadaan serupa
2. Keadaan
motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
3. Perbedaan-perbedaan
biologik baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik. Para konselor
behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari.
B. TEKNIK-TEKNIK KONSELING BEHAVIORISTIK
Teknik
konseling behavioral diarahkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk. Prinsip
kerja teknik konseling behavioral adalah:
1. Memodifikasi
tingkah laku melalui pemberian penguatan, tujuannya agar klien terdorong untuk
merubah tingkah lakunya, penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup
kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui
tingkah laku klien.
2. Mengurangi
frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
3. Memberikan
penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan
tingkah laku yang tidak diinginkan.
4. Mengkondisikan
pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape
recorder, atau contoh nyata langsung)
5. Merencanakan
prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan
sistem kontrak.
Menurut
Krumboltz dan Thoresen (Willis: 2011) bahwa teknik-teknik konseling itu harus
disesuaikan dengan kebutuhan individual konseli dan tidak ada suatu teknikpun
digunakan untuk semua kasus yang ada hanyalah mempertimbangkan teknik-teknik
lain secara alternatif guna tercapainya tujuan konseling yaitu perubahan
perilaku konseli.
Willis (2011)
menerangkan jenis-jenis teknik konseling behavioral adalah sebagai berikut:
1. Desensitisasi
Sistematik (systematic desentization)
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien
untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
2. Latihan
Asertif (assertive training)
Teknik ini
digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
3. Pengkondisian
Aversi (aversion therapy)
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan
buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati
respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara
bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.
Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4. Pekerjaan
Rumah (home-work)
Suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu
menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya adalah dengan memberi
tugas rumah untuk satu minggu.
C. APLIKASI TEORI BEHAVIORAL DALAM KONSELING KELUARGA
Pada awalnya perkembangan BK, guru
pembimbing tidak secara khusus menangani masalah keluarga akan tetapi
menangani masalah kesulitan belajar, penyesuaian sosial dan pribadi siswa yang
berkait dengan keadaan sosial-psikologis keluarga kemudian terjadi anggapan
yang keliru bahwa konseling keluarga adalah bimbingan bagi para calon ibu dan
bapak yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Pada akhirnya pada tahun 1983
di jurusan BK IKIP Bandung menjadikan konseling keluarga sebagaimana yang ada
di negara asalnya yakni Amerika Serikat yang berorientasi pada pengembangan
individu anggota keluarga melalui sistem keluarga yang mantap dan komunikasi
antar keluarga yang harmonis. Teknik behavioral merupakan salah satu teknik
yang digunakan dalam konseling keluarga.
Konselor-konselor
behavioral mengemukakan bahwa prosedur belajar yang telah digunakan untuk
mengubah perilaku dapat diaplikasikan untuk mengubah perlaku yang bermasalah
didalam suatu keluarga.
Liberman (Willis:
2011)) menjelaskan strategi berhavioral yang khusus didalam keluarga yaitu
pertama kali sebagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain, dapat
diterjemahkan kedalam behavioral dan belajar, dengan memfokuskan pada
akibat-akibat perilaku, artinya bahwa anggota keluarga belajar bagaimana memberikan
kepada anggota lain pengenalan dan persetujuan perilaku-perilaku yang
diinginkan dan bukan perilaku yang menyimpang.
Perspektif
psikiatri memperkaya pengetahuan tentang konseling keluarga. Menurut Gurman, Kniskern & Pinsof
(Syafi’i: 2008) Terapi
keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga
sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul dari observasi
bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan
konteks social. Contohnya, konseli yang menunjukkan peningkatan selama
menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada
keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan
interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive Bateson
Lidz&Lidz (Syafi’i: 2008). Hal ini berarti
konseling keluarga sangat dibutuhkan berkaitan dengan kelanjutan konseling
individual yang teridentifikasi berkaitan dengan keluarga.
1.
Konseling
Keluarga Behavioral
Di dalam terapi
keluarga behavioral, ditekankan tentang bagaimana mengubah perilaku anggota keluarga / keluarga dengan memodifikasi
gejala atau akibat dari suatu
tindakan. Penekanan pada penghilangan perilaku yang tidak sesuai menjadi
perilaku positif.
Tipe-tipe dalam terapi keluarga
behavioral
a. Latihan
perilaku orang tua (behavioral parent training )
Behavioral
parent training menunjukkan pada pelatihan keterampilan orangtua. Terapis
membantu sebagai pendidik belajar sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk
merubah respon orang tua terhadap anak-anaknya. Berubahnya respon orang tua,
akan membuat perilaku anak pun berubah. Tipe ini menggunakan metode verbal dan
perbuatan. Di dalam metode verbal mengandung intuksi verbal maupun tertulis.
Tujuannya untuk mempengaruhi pikiran. Sedangkan metode perbuatan menggunakan
teknik bermain peran ( role playing ), modelling dan latihan tingkah laku yang
baik. Fokus utama pada perbaikan interaksi antara orang tua dan anak yang
mengalami masalah.
b. Terapi
pernikahan / suami istri (mariage/ couples therapies and education).
Dipelopori oleh Robert Liberman ( 1970 ) dan Richard Stuart
( 1969 ). Empat komponen utama dalam terapi pernikahan/ suami istri ( Hahlweg,
Baucom, & Markman, 1988 ) :
1) Analisis
perilaku dalam masalah suami istri, Analisis ini berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh terapis terhadap pasangan, jawaban-jawaban dari angket yang
diberikan, dan pengamatan terhadap perilaku keluarga.
2) Pembalasan
yang positif. Membangun teknik pemikiran yang positif dengan ‘caring day” dan “contingency
contracts”, “caring day” : hari dimana anggota keluarga saling memperhatikan. “contingency
contracts” :
3) Pelatihan
keterampilan berkomunikasi
Pasangan
belajar menggunakan kata ‘saya’ dalam kalimat untuk mengekspresikan perasaan-perasaan
mereka. Mereka belajar tentang masalah-masalah “here and now “ yang mereka
miliki, dan kemudian merenungkan hal-hal pada masa lalu. Selanjutnya mereka
mulai menggambarkan perilaku suami/istri dengan spesifik. Di akhir latihan,
pasangan dapat memberikan feedback positif terhadap perilaku pasangan.
4) Latihan
memecahkan masalah, Komponen ini melengkapi pasangan dengan keterampilan
memecahkan masalah, seperti menyebutkan ( secara jelas ) apa yang mereka
inginkan, kemudian merundingkannya dengan pasangan, serta membuat kesepakatan.
c. Treatment
pada Disfungsi seksual (treatment of sexual disfunctioning).
Digunakan untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami
gangguan pada hubungan seks mereka, yang kemudian menjadi masalah pasangan.
Seperti ejakulasi dini. Treatment yang diberikan mengandung: Pengurangan
kecemasan terhadap penampilan mereka Pendidikan seks, yang mengandung
teknik-teknik dalam hubungan suami istri Latihan keterampilan dalam
berkomunikasi Perubahan sikap
d. Terapi
fungsi keluarga (functional family therapy ).
Dalam functional family therapy, pertolongan diberikan
apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga dalam keadaan : Contact/
Closeness ( Merging ) Anggota keluarga sama-sama bersaing di dalam keluarga. Distance/
Independence ( Separating ) Anggota keluarga saling memisahkan diri, ada jarak
diantara mereka.
Penerapan teknik-teknik ini ada beberapa hal yang penting
diperhatikan oleh konselor. Liberman dalam Willis (2009), mengemukakan tiga
bidang kepeduliaan teknis bagi konselor, yaitu :
1. Peranaan
gabungan terapeutik
Liberman
menekankan tentang peranan aliansi terapeutik sehingga konselor dapat
mengfungsikan dirinya sebagai katalisator bagi mempercepat perubahan dalam
sisitem keluarga. Sebagai konselor behavioral yang mempunyai pandangan
humanistik, Liberman memandang kkonselor itu sebagai guru, yakni orang yang
dapat menyediakan model bagi perubahan perilaku, mengusahakan perubahan dengan
menyediakan struktur dan bimbingan, dan mempertunjukan kepedulian yang asli (genuine) dan yang memahami. Liberman
dalam Willis (2009) mengemukakan bahwa konselor model behavioral tidak
berprilaku seperti mesin mengajar yang tak memiliki daya ekpresi emosional.
Perannya hendaklah sebagai pendidik yang mampu menyatakan perasaannya yang menyenangkan
dan mengembangkan gaya kemanusiaan, baik dalam kliniknya maupun dalam kehidupan
sehari-hari
2. Penilaian
Keluarga
Konselor
selama fase awal konseling, membuat iklim yang hangat dan mendorong, konselor
menilai masalah-masalah yang ada, dan membuat apa yang dikenal “analisis
fungsional atau behavoral terhadap masalah-masalah” konselor behavioral
terkait pada analisa sistematik terhadap perilaku yang tepat dan dapat diamati,
yang akan ditangani. Konselor memimpin anggota keluarga untuk memformulasikan
tujuan-tujuan perilaku yang spesifik.
3. Melaksanakan
Strategi behavioral
Menurut
Liberman cara yang bernilai untuk memikirkan tentang strategi-strategi ini
ialah “sebagai eksperimen- eksperimen perubahan perilaku” dimana keluarga
dengan bimbingan konselor memprogramkan kembali kontingensi-kontingensi reinforcement
yang adala dalam keluarga, strategi ini dirancang untuk memutuskan pola-pola
perilaku yang tak diinginkan yang selalu dipertahankan, semua proses ini
melalui kontrak dan negosiasi dulu yang berisi tentang perilaku saling memberi yakni
perilaku yang diinginkan, kepada siapa, untuk siapa, kapan, dan dalam kondisi
bagaimana.
2.
Tujuan
konseling keluarga
Menurut
Willis (2011) Tujuan dari konseling behavioral ini adalah untuk membantu
konseli membuang respon-respon lama yang merusak diri dan mempelajari
respon-respon baru yang lebih sehat. Sedangkan tujuan dari terapi behavioral
adalah untuk memperoleh perilaku baru yang lebih positif dan diterima anggota
keluarga lainnya, mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan (adjusted). Selain itu juga tujuan
konseling keluarga behavioristik yaitu Mampu untuk saling memberikan stimulus
dan motivasi yang kondusif sesama anggota keluarga.
Pendekatan ini ditandai oleh :
a. Fokusnya
pada perilaku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan
dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Formulasi
prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
d.
Penilaian objektif
mengenai hasil konseling.
3.
Hubungan
Konseli dan Konselor dan peranan konselor dalam konseling keluarga
Dalam kegiatan konseling, konselor
memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat
menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga
diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sedangkan konseli harus mampu
berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk
berubah, harus bersedia bekerjasama
dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling
maupun diluar konseling, namun Rosjidan (1988:243) mengemukakan bahwa
salah satu aspek yang essensial dalam terapi behavioral adalah proses
penciptaan hubungan Pribadi yang baik.
Dalam
hubungan konselor dengan konseli beberapa hal dibawah ini harus dilakukan:
b.
Keduanya bekerjasama
c.
Konselor memberikan
bantuan dalam arah yang diinginkan konseli
Sedangkan peranan konselor dalam
konseling keluarga yaitu :
a. Mengkomunikasikan pemahamannya pada klien
b. Menyiapkan / membina hubungan dengan klien
c. Bekerjasama mengatasi problem yang sesolik
d. Memberi kuliah, informasi dan menjelaskan
proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan
e. Memberikan reinforcement
f. Mendorong klien
mentransfer tingkah laku dalam kehidupan sehari - hari
Fungsi konselor
a. Sebagai guru / pelatih (dalam mempelajari
tingkah laku yang efektif)
b. Sebagai pemimpin kelompok
c. Sebagai guru
d. Sebagai pengarah
e. Sebagai ahli dalam mendiagnosis
Sebagai model
0 comments:
Post a Comment