Pages

 

Wednesday, May 4, 2011

ANALISIS FENOMENA “KONSEP DIRI” DITINJAU DARI TEORI PERSON CENTER ”CARL ROGERS”

1 comments
FENOMENA
Fenomena ini, saya ambil dari surat elektronik yang dikirimkan oleh teman saya kepada saya, kira-kira satu tahun yang lalu. Saya sudah mendapat izin dari teman saya untuk mengangkat kasusnya dalam tugas UTS ini. Isi suratnya sebagai berikut.

Yu, aku mah ga betah kuliah teh, pengen SMA lagi. Oya, aku sekosan sama teteh yang soleh, pinter bgt dalam masalah agamanya, sedikit-sedikit aku jadi lebih mendalami islam. Aku mu cerita. Disini aku mendadak jadi pendiam, pemalu, dan lemah, sampe sekarang yuuu. Padahal aku aslinya rame kan? Sebelll sebelll…. Apa karena aku dari kampung, tidak cantik, tidak kayak, tidak sepadan dengan mereka…….. aku kan berhak berteman juga……….
Bantuin aku donk, aku ingin jadi aku yang rame lagi, mengekspresikan diriku.. gag ada teman sepertimu disini. Aku ingin jadi aku yang rame, ceria, punya banyak teman, gampang buat kenal sama orang. Kayak aku dulu di SMA. Aku pengen nunjukin kalo akutuh rame kayak mereka juga.. Duuuuuuuuh, pussing bgdd tau…..
Mereka telah menyulapku menjadi wanita yang pendiam, pemalu, HANYA DIAM… pengen rasanya gag kuliah aja, sekarang inilah aku si pendiam. 
Apa yang salah coba?
Aku akan buktikan aku adalah wanita yang pintar.
Pliss sob, balas ya. Yau are my best friend.

ANALISIS
A. Pandangan Rogers Terhadap Individu
Konstruk utama tentang teori rogers yaitu tentang diri (self). Self secara bertahap melalui pengalaman, bagian dari medan fenomena akan terdiferensiasi: persepsi yang cocok atau disetujui menggambarkan dirinya yaitu self. Self merupakan persepsi tentang “I” atau “me” dan persepsi antara hubungan “I”dengan “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut dengan nilai-nilai yang terlibat dalam persepti itu.
Secara hierarkis, konsep diri terdiri dari tiga peringkat. Pada peringkat pertama, adalah konsep diri global (menyeluruh). Konsep diri global merupakan cara individu memahami keseluruhan dirinya. merupakan arus kesadaran dari seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran itu ada “The I”, yaitu “Aku Subjek” dan “The Me”, yaitu “Aku Objek”. Kedua “Aku” ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa terjadi karena manusia mampu merefleksi dirinya sendiri. Dengan katalain, kedua aku itu hanya dapat dibedakan secara konseptual, tetapi tetapmerupakan satu kesatuan secara psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidakhanya dapat menilai orang lain, tetapi juga dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan hanya sebagai penganggap, tetapi juga sebagai perangsang. Jadi diri kita bisa menjadi subjek dan objek sekaligus. Cara menanggapi diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu:
1) Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu akan kemampuannya, statusnya, dan perannya.
2) Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu pandangan individu tentang bagaimana orang lain memandang atau menilai dirinya.
3) Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya, atau akan menjadi apa dirinya kelak. Jadi aku ideal merupakan aspirasi setiap individu.

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa konsep diri terbentuk dari medan fenomena, medan fenomena menrupakan keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, disadari maupun tidak disadari.

Dalam kasus ini pada awalnya katakanlah inisialnya Dini, sebelum dia kuliah, saat dia masih tinggal bersama orangtuanya, bersama lingkungan yang membesarkannya dia merasa nyaman dan dia memiliki konsep diri yang positif, seperti yang telah diceritakan olehnya yaitu “Padahal aku aslinya rame kan?” pada mulanya dia mempersepsikan dirinya sebagai pribadi yang rame, periang, dan supel. Dan lingkungan sekitar mempersepsi Dini sama halnya dengan persepsi Dini terhadap dirinya, artinya Dini mendapatkan penerimaan positif dan penghargaan positif dari lingkungan sekitarnya sehingga dia menjadi pribadi yang untuh.
Dibawah ini merupakan Ciri-ciri pribadi dan perilaku orang atau remaja yang memiliki konsep diri yang positif:
1. Merasa yakin atau percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
2. Merasa setara dengan orang lain (tidak merasa rendah diri atau bersikapsombong dalam bergaul dengan orang lain).
3. Dapat menerima pujian orang lain secara wajar.
4. Mampu memperbaiki dirinya, apabila mengalami kegagalan.
5. Mempunyai kepedulian terhadap kepentingan orang lain.

Namun setelah dini masuk kedalam lingkungan baru, ternyata lingkungan tersebut tidak bersahabat dengan dirinya, pengalaman mengenai lingkungan baru ini secara tidak langsung membuat konsep dirinya berubah, dari pernyataannya “Mereka telah menyulapku menjadi wanita yang pendiam, pemalu, HANYA DIAM… pengen rasanya gag kuliah aja, sekarang inilah aku si pendiam. ” dari kalimat ini, dapat diartikan bahwa konsep diri Dini yang semula positif berubah manjadi konsep diri yang negative karena pengaruh pengalaman barunya, tentang lingkungan yang tidak memberikan penghargaan positif terhadap dirinya dan dirinya yang tidak mampu mempertahankan konsep dirinya.
Berikut adalah ciri-ciri pribadi dan perilaku orang atau remaja yang memiliki konsep diri yang negatif:
1. Tidak mau dikritik orang lain, suka marah jika dikritik oleh orang lain.
2. Senang dipuji orang.
3. Suka meremehkan atau mencela orang lain.
4. Merasa tidak disenangi, ditolak, atau tidak diperhatikan orang lain, sehingga kurang bisa akrab dalam berteman.
5. Bersikap pesimis dalam suasana persaingan, atau pesimis akan masa depan.

B. Congruence (kesesuaian)
Perhatian Rogers adalah bagaimana self dan organisme menjadi semakin kongruen, juga bagaiman kongruen terjadi antara realitas subjektif dengan realitas ekternal dan kongruen antara strutur self dengan ideal self, inilah yang dimaksud dengan kepribadian yang integral yaitu struktur kepribadiannya tidak pecah.
Organisme yaitu mahluk fisik dengan semua fungsi-fungsinya baik fisik maupun psikis, juga merupakan tempat semua pengalaman, dan pengalaman ini merupakan persepsi seseorang tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dlam diri sendiri dan dunia luar. Apabila “self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka hubungan itu disebut kongruen, apabila terjadi diskrepansi (ketidak cocokan) antara maka hubungan tersebut disebut inkongruen.
Dalam kasus diatas dapat dikatakan terjadi inkongruen antara organisme dengan struktur self yaitu ketika dia meyakini dirinya sebagai seorang yang rame, ceria supel, namun ternyata pengalaman dengan lingkungan dimana dia berada membuat dia secara tidak langsung menjadi pendiam, karena tidak ada kesempatan untuk berekspresi. Inkongruen juga terjadi pada realitas subjektifnya dengan realitas eksternal, ketika dia meyakini pribadi dia yang rame, ceria dan supel (realitas subjektif), kemuadian realitas eksternal mempersepsikan Dini sebaggai orang yang pendiam. Ketidakkongruenan terjadi juga antara ideal self dengan self concept ketika dia menyadari bahwa dirinya sekarang adalah seorang yang pendiam (realitas subjektif) maka diapun memiliki keinginan agar memiliki dirinya yang dulu, yang rame, ceria dan supel yang pada saat ini bukan diri yang sebenarnya namun merupakan diri yang diinginkan (idel self) dapat dilihat dari statement berikut “aku ingin jadi aku yang rame lagi, mengekspresikan diriku.. gag ada teman sepertimu disini. Aku ingin jadi aku yang rame, ceria, punya banyak teman, gampang buat kenal sama orang. Kayak aku dulu di SMA” (idel-self) merupakan suatu keinginan atau cita-cita, dengan “sekarang inilah aku si pendiam” (self concept) merupakan aku yang sebenarnya.
Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Tidak tergantung pada orang lain. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami dirinya, dan menerima keadaan dirinya.
Dalam bukunya Teori Kepribadian (Syamsu Yusuf : 145) menjelaskan Suasana inkongkuen menyebabkan seorang mengalai sakit mental (mental illness), seperti merasa terancam, cemas, berprilaku defensive, dan berprilaku yang kaku atau picik.
Dari pernyataan “Apa yang salah coba?” ini menandakan bahwa dia mengalami kebingungan dan kecemasan. Pernyataan “Apa karena aku dari kampung, tidak cantik, tidak kayak, tidak sepadan dengan mereka” dia melakukan sebuah defend (pertahanan), pengalaman diinterpretasi secara salah dalam rangka menyesuaikan dengan aspek yang ada dalam konsep self yaitu dengan menyalahkan keadaan.
Sedangkan situasi kongruen menyebabkan individu dapat berfungsi sepenuhnya (Fully function), yaitu
1. Terbuka terhadap pengalaman
2. Hidup menjadi eksistensial
3. Memiliki keyakinan organismik
4. Kebebasan eksistensial
5. Memiliki kreativitas.

C. Aktualisasi Diri
Tujuan dari perkembangan kepribadian yaitu untuk aktualisasi diri bukan untuk mereduksi tegangan energy. Ada banyak kebutuhan tetapi semuanya tunduk melayani kecenderungan dasar organism untuk aktualisasi diri: yakni kebutuhan
1. Pemeliharaan (maintenance) yaitu kebutuhan yang timbul dalam rangka memuaskan kebutuhan dasar. Pemeliharaan bersifat konservatif, dalam bentuk keinginan untuk mempertahankan konsep diri yang dirasa nyaman.
2. Peningkatan diri (enhancement) yaitu kebutuhan untuk menjadi lebih, untuk berkembang, dan untuk mencapai tujuan.
3. Penerimaan positif dari oranglain
4. Penerimaan positif dari diri sendiri.
Pendekatan person center dipandang efektif diterapkan kepada individu yang ingin mengaktualisasikan dirinya, individu yang bersemangan dan memiliki keinginan yang besar menuju aktualisasi dirinya. Untuk mencapai aktualisasi diri, penerapan pendekatan person center sangat cocok dilakukan terhadap Dini, karena dia memiliki kemauan yang besar dalam kalimat terakhir sebelum penutupan dia mengatakan “Aku akan buktikan aku adalah wanita yang pintar” ini merupakan semangat yang besar.
D. Peran Konselor
Sangat mungkin sekali, fenomena seperti ini terjadi di sekolah-sekolah. Ketika konseli datang kepada konselor untuk menceritakan masalahnya maka konselor harus mempersiapkan beberapa situasi yang ditimbulkan dalam proses konseling.
1. Empati, yaitu sikap memahami seluruh gejala yang dialami konseli, karena pendekatan ini berpusan pada pribadi, maka empati ini ditujukan agar konseli tidak merasa sendirian dalam menghadapi masalahnya. Sehingga ia tidak menutup diri dan akan berusaha meningkatkan kemampuannya guna mendapatkan wawasan (insight, yaitu kesadaran seseorang akan kondisi mentalnya sendiri) dalam memecahkan masalahnya. Empati dapat dilakukan dengan merefleksikan kembali apa yang diceritakan konseli. Jadi, empati merupakan umpan balik dari apa yang telah dikatakan dan dilakukan konseli.
2. Pandangan positif, adalah keyakinan konselor bahwa konseli mampu memahami dan mengubah dirinya ke arah yang lebih positif. Dengan pandangan ini, konselor menunjukkan sikap menerima seluruh kemampuan dan keterbatasan konseli. Sikap ini merupakan kunci utama dalam meingkatkan konsep diri ke arah yang lebih positif.
3. Keakraban dari konselor, konselor harus menciptakan situasi natural dan spontan dalam menanggapi seluruh gejala yang dialami konseli. Situasi keakraban yang tercipta akan menimbulkan rasa aman yang dapat membantu konseli untuk memecahkan masalahnya.
Ketiga pendekatan ini dipandang efektif dalam perubahan kepribadian selama proses konseling.

KESIMPULAN
Permasalahan yang timbul dalam kehidupan remaja yang merupakan masa pencarian jati diri seringkali berasal dari pemahaman tentang dirinya. Secara tidak sadar mereka menciptakan sendiri masalahnya karena cara mereka mempersipkan diri mereka salah atau konsep diri yang salah. Konsep diri yang positif akan berdampak positif pula terhadap perkembangannya begitupun sebaliknya jika konsep diri negative maka perkembangannyapun akan negative, dari konsep diri negatiflah muncul problem seperti tidak percaya diri dan rendah diri
Dalam pengaktualisasian diri, pendekatan Person Center dipandang efektif untuk individu yang memiliki semangat dan berkeinginan untuk mengaktualisasikan dirinya.

1 comments:

Risa Nandriani said...

Good Job Ayu :D saya jadi paham aplikasi konsep diri thd suatu fenomena.

Post a Comment