Pages

 

Monday, March 4, 2013

MY JOURNEY MATKUL SEMBK

0 comments

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Masa transisi dan Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama berada pada periode yang penting ditandai dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan yang disebut masa pubertas.
Transisi memasuki sekolah menengah atau sekolah menengah pertama dari sekolah dasar merupakan sebuah pengalaman normative yang dialami semua anak (Santrock : 2007). Pada saat individu memasuki lingkungan baru mereka diuntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang dengan baik, meskipun pengalaman ini bersifat normative namun terdapat kecemasan yang menimbulkan stress karena mereka menemukan banyak perubahan yang terjadi pada diri sendiri, keluarga, guru, teman dan lingkungan sekolah, begitupun yang dikemukakan Akos (Duchesne at. al : 2012). The transition from elementary to middle school has long been recognized as a potentially anxiety-provoking turning point
Siswa akan menemui banyak perubahan, Ketika pada jenjang Sekolah Dasar semua mata pelajaran di ajarkan oleh guru yang sama sekaligus berperan sebagai wali kelas, pada saat mereka memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama mereka dihadapkan pada guru yang lebih banyak berdasarkan mata pelajaran yang diampunya dan terdapat perbedaan frekuensi pertemuan dengan wali kelas yang sangat signifikan, selain itu pada umumnya siswa baru memiliki kekhawatiran kerena sebelumnya berada pada kelompok pertemanan yang homogen menjadi kelompok kawan yang lebih besar dan heterogen dan menyesuaikan diri dengan pelajaran yang lebih banyak dari sebelumnya. hasil sebuah penelitian Akos (Duchesne at. al : 2012) menyebutkan bahwa
“The research on sources of stress experienced by adolescents entering middle school suggests that the ability to adapt to new teaching and evaluative practices, maintain elementary school performance, and establish harmonious relationships with other students and adults at school are typical concerns at this time”
Artinya adalah kekhawatiran-kekhawatiran atau kecemasan pada masa transisi ini yang dirasakan siswa adalah terkait dengan adaptasi atau penyesuian terhadap guru-guru baru beserta praktek evaluasi, mempertahankan performa di sekolah terkait dengan prestasi dan bagaimana menjalin persahabatan yang harmonis dengan teman-teman yang lain dan kakak tingkatnya. Begitupun kekhawatiran yang dirasakan oleh orangtua ketika anaknya akan memasuki Sekolah Menengah Pertama berdasarkan hasil penyebaran angket terhadap 342 pasangan suami istri di Amerika Serikat menyebutkan bahwa kekhawatiran orangtua pada masa ini teridentifikasi tiga ranah kekhawatiran yaitu (a) worries about academic demands, (b)  worries about teachers, and (c) worries about peers. (Duchesne at. al : 2012).
Kenakalan remaja yang kali ini kerap menjadi tren berita di berbagai media masa dan elektronik menjadi indikasi adanya penyesuaian diri yang salah. Berbagai kasus yang terjadi diantaranya adalah perilaku merokok, perkelahian, tawuran, konsumsi minuman keras, pencurian penyalahgunaan obat-obatan dan sex bebas menjadi fenomena yang mengerikan.
Data dari Komisi Perlindungan Anak (2011) tersedia www.komnaspa.or.id menyebutkan bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Survei Komnas PA dilakukan terhadap 4.500 remaja pada 12 kota besar seluruh Indonesia pada tahuun 2011. hasil survey lebih dalam dikatakan bahwa 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno dan 93,7% dari para remaja itu mengaku pernah melakukan berbagai macam adegan intim tanpa penetrasi. Data perokok anak usia 10 -14 tahun 2010 meningkat  6 kali lipat, pada tahun 1995 sejumlah 71.100 orang menjadi 426.200. Sepanjang tahun 2011, Komnas Perlindungan Anak mencatat 339 kasus tawuran. Sepanjang tahun yang sama KomNas Anak menerima 1.851 pengaduan anak yang berhadapan dengan hukum (anak sebagai pelaku) yang diajukan ke pengadilan.  Hampir 52% dari angka tersebut adalah kasus pencurian diikuti dengan kasus kekerasan, perkosaan, narkoba, perjudian, serta penganiayaan.

Elizabeth B. Hurlock (1993:213) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembanga tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian social. Menurutnya dikatakan tersulit dalam penyesuaian diri karena meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku social, pengelompokkan social yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam memilih pemimpin.
Bimbingan teman Sebaya dapat dijadikan media yang tepat untuk membantu memfasilitasi penyesuaian diri siswa baru. Teman sebaya dianggap sebagai orang yang mau mendengarkan dan mengerti karena memiliki pengalaman yang relative sama, teman sebaya juga dianggap tempat yang paling aman dalam menyampaikan berbagai keluhan dan kecemasan. Santrock (2007 : 55) juga mengungkapkan bahwa salah satu fungsi terpenting dari kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Bimbingan teman sebaya akan membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri yang baik. Menurut Ryan dan Patrick (Santrock 2007 : 57) relasi yang positif dengan kawan sebaya berkaitan dengan penyesuaian social yang positif.
Berdasarkan pemaparan diatas teman sebaya memiliki kaitan penting untuk mencapai penyesuaian social yang positif pada masa transisi ini. Berdasarkan berbagai permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja pada masa transisi tersebut yang menuntut siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik maka diperlukan bantuan untuk memfasilitasi perkembangan siswa agar berkembang secara optimal.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan focus permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana konsep bimbingan teman sebaya dan konsep penyesuaian diri di sekolah ?
2.    Bagaimana bimbingan teman sebaya dapat dijadikan strategi bimbingan dalam mengembangkan penyesuaian diri siswa baru di Sekolah Menengah Pertama?

C.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Memperoleh pemahaman tentang konsep bimbingan teman sebaya dan konsep penyesuaian diri di sekolah.
2.      Memperoleh bentuk strategi bimbingan teman sebaya untuk mengembangkan penyesuaian diri siswa baru di Sekolah Menengah Pertama.

D.    Manfaat Penulisan

Manfaat Penulisan makalah ini khususnya bagi mahasiswa Psikologi Pendidikan dan Bimbingan adalah memberikan pemahaman baru tentang Bimbingan Teman Sebaya dan Penyesuaian Diri kemudian menjadi bahan diskusi tentang penerapan strategi bimbingan teman sebaya dalam mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa baru di Sekolah Menengah Pertama.



BAB II
BIMBINGAN PADA MASA TRANSISI DARI SEKOLAH DASAR KE SEKOLAH MENENGAH PERTAMA


A.    Konsep Bimbingan dan Konseling

1.      Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian bimbingan dan konseling memiliki pengertian yang berbeda atau terpisah. Maka, pentingnya membahas konsep dasar bimbingan dan konsep dasar konseling.
Shertzer dan Stone, 1971:40 (Uman Suherman, 2007:9), memandang bimbingan sebagai process of helping and individual to understand himself and his word.
Kartadinata, 1998:3 (Uman Suherman, 2007:9) menjelaskan bimbingan merupakan proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.
Sementara Rochman Natawidjaja, 1987:37 (Syamsu Yusuf, 2009:38) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya siswa tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akan menikmati kebahagiaan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyrakat pada umumnya. Bimbingan membantu siswa mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan, maka dapat di ambil makna bahwa bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan konselor kepada konseli dengan cara berkesinambungan dan memandirikan, sehingga individu dapat mencapai perkembangan diri yang optimal baik secara pribadi maupun sosial yang sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat.
Bimbingan tidak bisa terlepas dari konseling, sebab bimbingan dan konseling adalah kegiatan yang integral. Bimbingan secara luas sedangkan konseling sebagai alat untuk mencapai yang ingin dituju dari proses bimbingan.
Rogers (Suherman, 2002:94) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian hubungan (kontak) langsung dengan individu yang ditujukan memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Selanjutanya Mortensen (Suherman, 2002:95) mendefinikan konseling sebagai proses hubungan antar seseorang dimana seorang dibantu oleh yang lainnya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuan dalam menghadapi masalah.
ASCA (American School Counselor Association ) (Yusuf dan Nurihsan, 2008:8) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
Berdasarkan uraian pengertian konseling diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses bantuan yang diberikan kepada individu dalam upaya memfasilitasi atau membantu individu untuk mengatasi masalah-masalahnya, dengan hubungan kontak langsung dengan individu dengan memandang bahwa setiap individu adalah berbeda atau unik.
2.      Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat : (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang hadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. (ABKIN, 2007)
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk : (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. (ABKIN, 2007). lebih khusus layanan bimbingan di SMP menurut Ahman (2011) bertujuan untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang berkaitan dengan aspek pribadi sosial, pendidikan, dan karier sesuai dengan tuntutan lingkungan. Dalam aspek perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan membantu siswa agar:
a.       Memiliki pemahaman diri
b.      Mengembangkan sikap positif
c.       Membuat pilihan kegiatan secara sehat
d.      Mampu menghargai orang lain
e.       Memiliki rasa tanggung jawab
f.       Mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi
g.      Dapat menyelesaikan masalah
h.      Dapat membantu keputusan secara baik.
Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat :
a.    Melaksanakan cara-cara belajar yang benar
b.    Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
c.    Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya
d.   memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian
Dalam aspek perkembangan karir, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat:
a.    Mengenali macam-macam dan ciri0ciri dari berbagai jenis  pekerjaan
b.    Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
c.    mengeksplorasi arah pekerjaan
d.   Menyesuaikan keterampilan, kemampuan, dan minat dengan jenis pekerjaan.

B.     Konsep Penyesuaian Diri di Sekolah

Transisi memasuki sekolah menengah atau sekolah menengah pertama dari sekolah dasar merupakan sebuah pengalaman normative yang dialami semua anak (Santrock : 2007). Pada saat individu memasuki lingkungan baru mereka diuntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang dengan baik, meskipun pengalaman ini bersifat normative namun terdapat kecemasan yang menimbulkan stress karena mereka menemukan banyak perubahan yang terjadi pada diri sendiri, keluarga, guru, teman dan lingkungan sekolah.
Ketika siswa melalui transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama , mereka mengalami top-dog-phenomenon (Santrock : 2007). Kondisi ini adalah perubahan dari siswa yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di sekolah dasar, menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di sekolah menengah pertama. Transisi di sekolah menengah memang membuat siswa perempuan mengalami perubahan pubertas ketika mereka berada dalam konteks yang luas dan impersonal dari sekolah menengah, namun sekolah menengah tidak mengurangi frekuensi remaja menjadi siswa paling muda.
Menurut Fenzel dkk (Santrock : 2007) Sekolah yang memberikan lebih banyak dukungan, sedikit anominitas, stabilitass yang lebih besar, dan komplektifitas yang lebih rendah dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa di masa transisi dari sekolah dasar memasuki sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.
Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat mendukung keberhasilan siswa di sekolah menengah, diantaranya adalah :
1)     Mengembangkan “komunitas-komunitas” atau “rumah-rumah” yang lebih kecil untuk mengurangi sifat dasar dari sekolah menengah yang lebih besar dan tidak personal.
2)     Memperkecil perbandingan antara jumlah siswa dan konselor dari beberapa ratus orang banding satu menjadi sepuluh orang banding satu.
3)     Mengembangkan kurikulum yang menghasilkan para siswa yang terpelajar, memahami ilmu pengetahuan, dan memiliki pemahaman mengenai kesehatan, etika, dan kewarganegaraan.
4)     Membuat guru mengajar dengan menggunakan kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, yang mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu, daripada sekedar menyampaikan materi-materi pelajaran secara terpisah dan dibatasi secara kaku olehwaktu sebanyak 50 menit.
5)     Mendorong kesehatan dan kebugaran para sisawa dengan lebih banyak menggunakan program-program sekolah dan menolong para siswa yang membutuhkan perawtan kesehatan masyarakat agar dapat memperolehnya.
             Pada hakikatnya hidup manusia adalah penyesuaian diri, manusia dituntut untuk menyesuaikan diri sepanjang hidupnya untuk memenuhi segala kebutuhannya. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih  sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Menurut Scheneiders (Yusuf : 2008: 28) penyesuaian (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses. Selajutnya dia menjelaskan ciri-ciri orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjusted), yaitu mampu merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Menurut Syamsu Yusuf (2008) yang dimaksud efisien disini adalah hasil yang diperolehnya tidak banyak membuang energy waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungannya dengan tuhan.
Penyesuaian diri dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang diantaranya menurut Sunarto (Haeny : 2010) adalah sebagai berikut :
1)      Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bias “survive” dan memperolah kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan social.
2)      Penyesuaian sebagai konformita, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip.
3)      Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan respon-respon sedemikian rupa, shingga bias mengatasi segala macam konflik, kesulitas, dan frustasi-frustasi sedara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadap realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
4)      Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosonal artinya individu secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi.

1.      Karakteristik Penyesuaian Diri
         Scheneiders (Yusuf : 2008: 28) mengemukakan penyesuaian yang normal terdiri dari beberapa karakteristik diantanya sebagai berikut :
a)    Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau tidak mampu mengontrol diri)
b)   Absence of psychological mechanism (terhindar dari mekanisme-mekanisme psiklogis, seperti rasionalisasi, agresi, kompensasi dsb)
c)    Absence of the sense of personal frustrations (terhindar dari perasaan frustrasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya)
d)        Rational deliberation and self-direction (memiliki pertimbangan rasional, yaitu mempu memecahkan dan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil)
e)    Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan dirinya, khususnya yang berkaitan dengan upaya memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah)
f)    Utilization of past experience (mampu memanfaatkan terkait pengalaman masa lalu, bercermin dari masa lalu baik yang terkait dengan keberhasilan maupun kegagalan untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik)
g)   Realistic, objective attitude (bersikap objektif dan realistic, mempu menerima kenyataan yang dihadapi secara wajar; mampu menghindari, merespon situasi atau masalah secara rasional, tidak didasari oleh prasangka buruk)
          Menurut Syamsu Yusuf (2008:27) Penyesuaian diri dapat di klasikasikan menjadi tiga kelompok yaitu: (a) gejala masalah yang meliputi neuroik, psikotik, psikopatik, epileptic; (b) jenis kualitas respon, meliputi: penyesuaian yang normal da penyesuaian yang tidak normal, seperti deference reactions, escape and with drawing, illness dan aggression; (c) jenis masalah, meliputi: personal, social, keluarga, akademik, vokasional dan marital (pernikahan).
Sementara itu Syamsu Yusuf juga menambahkan tentang respon-respon bentuk penyesuaian yang menyimpang diantaranya :
a)      Reaksi bertahan (individu di kepung oleh tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri (needs) dan dari luar (pressure dari lingkungan) yang kadang-kadang menganggu rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman egonya itu, individu mereaksi dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)
b)      Reaksi menyerang (agresi adalah bentuk respon unul mereduksi ketegangan dan frustasi nmelalui media tingkah laku yang merusak, berkuasa atau mendominasi)
c)      Reaksi melarikan diri dari kenyataan (merupakan pertahanan diri terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan. Escape merefleksikan perasaan kejenuhan, atau putus asa, sementara withdrawal mengindikasikan kecemasan atau ketakutan)
d)     Penyesuaian dengan patalogis (individu yang mengalaminya perlu mendapat perawata khusus, yaitu bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit. Yang termasuk penyesuaian patalogis ini adalah “neurosis” dan “psikosis”
e)      Tingkah laku anti social (merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan norma masyarakat (baik secara formal = hukum/undang-undang maupun inormal = adat istiadat, dan norma agama.
f)       Kecanduan dan ketergantungan alcohol dan obat terlarang
g)      Penyimpangan seksual dan aids.


2.      Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri
Menurut Sunarto (Haeny:2010) secara keseluruhan kepribadian meiliki fungsi sebagai penentu utama terhadap peyesuaian diri. Maksud dari penentu adalah factor yang mendukung, mempengaruhi, serta menimbulkan dampak dalam proses penyesuaian. Secara utama berarti proses penyesuaianditentukan oleh factor-faktor  yang menentukan kepribadian tersebut baik internal maupun eksternal. Factor-faktor yang menentukan penyesuaian diri dapat di kelompokan sebagai berikut
a)      Kondisi fisik
Kondisi fisik yang ada pada diri siswa meliputi bentuk tubuh, kesehatan, penyakit dan sebagainya.
b)      Perkembangan dan kematangan
Meliputi kematangan emosional, intelektual, social, dan moral
c)      Penentu psikologis
Termasuk pengalaman, belajarnya, deterministi diri, konflik dan penyesuaian.
d)     Kondisi lingkungan, khususya keluarga, masyarakat dan sekolah.
e)      Cultural dan agama sebagai penentu penyesuaian diri.

C.    Strategi Bimbingan Teman Sebaya

Pengertian Bimbingan teman sebaya dalam rambu-rambu Bimbingan dan Konseling (2007:228) yaitu bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik lainnya, dimana peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor, sama halnya yang dipaparkan oleh Syamsu Yusuf (2009:84) bahwa bimbingan teman sebaya adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya.
Teman sebaya adalah anak atau remaja yang memiliki tingkat kematangan yang kurag lebih sama (Santrock :2007) siswa akan lebih nyaman memiliki relasi dengan orang yang memiliki tingkat kematangan yang sama dibandingkan dengan teman yang memiliki usia yang relative sama namun tingkat kematangannya berbeda jauh.
Sulisworo Kusdiyati, Lilim Halimah dan Faisaluddin (2011) para ahli psikologi mengatakan bahwa teman sebaya tidak hanya diartikan sebagai kumpulan teman bermain, tetapi lebih merupakan perpaduan dari :
a.       Interaksi dasar regular
b.      Mempunyai rasa saling pengertian
c.       Memberikan norma yang spesifik secara implicit dan eksplisit mengenai bagaimana nggota dapat memperkirakan bagaimna bertingkah laku yang bai.
Mengembnagkan struktur dan hierarki kelompok yang memungkinkan tiap aggotanya untuk dapat bekerjasama kearah tujuan yang memungkinkan tiap anggotanya untuk dapat bekerja sama kearah tujuan dan prestasi bersama.



BAB III
PEMBAHASAN

           
Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah menengah pertama (SMP) muncul dari karakteristik dan masalah-masalah perkembangan peserta didik. Tujuan bimbingan pada masa ini adalah sebagai berikut :
Dalam aspek perkembangan pribadi sosial layanan bimbingan membantu siswa agar:
1.      Memiliki pemahaman diri
2.      Mengembangkan sikap positif
3.      Membuat pilihan kegiatan secara sehat
4.      Mampu menghargai orang lain
5.      Memiliki rasa tanggung jawab
6.      Mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi
7.      Dapat menyelesaikan masalah
8.      Dapat membantu keputusan secara baik.
Dalam aspek perkembangan pendidikan, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat :
1.      Melaksanakan cara-cara belajar yang benar
2.      Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
3.      Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai bakat dan kemampuannya
4.      memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian
          Dalam aspek perkembangan karir, layanan bimbingan membantu siswa agar dapat:
1.      Mengenali macam-macam dan cirri-ciri dari berbagai jenis  pekerjaan
2.      Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
3.      Mengeksplorasi arah pekerjaan
4.      Menyesuaikan keterampilan, kemampuan, dan minat dengan jenis pekerjaan.
           Karakteristik siswa pada masa remaja awal yaitu dimulai dari pubertas, yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik maupun psikis. Menurut Yusuf dan Sugandhi (2011:77)  secara harfiyah pubertas berasal dari bahasa latin puberscence   (yang berarti “to grow hairy”), yang berarti tumbuhnya bulu-bulu, seperti bulu di sekitar kelamin, ketiak, dan muka. Secara istilah, kata pubertas berarti proses pencapaan kematangan seksual dan kemampuan untuk bereproduksi. Menurut Laurence Steinberg (Yusuf dan Sugandhi : 2011) ada tiga perubahan fundamental pada masa remaja, yaitu sebagai berikut.
1.      Biologis, seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada anak wanita, dan tumbuhnya kumis pada pria
2.      Kognisi, yaitu kemampuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrack (seperti persaudaraan, demokrasi, dan moral), dan mampu berpikir hipotesis (mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya)
3.      Sosial, yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khususnya remaja akhir) masuk ke peran-peran atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja, atau menikah.
Transisi sekolah menuntut remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu sekolah disamping mereka sedang mengalami periode pubertas pada hidupnya sehingga siswa memiliki kesulitan dalam hal menyesuaikan diri. Tidak sedikit siswa memperoleh tekanan hingga akhirnya mereka cemas dan frustrasi. 
Penyesuaian diri di sekolah menurut Noona Kiuru dkk (2009) meliputi tiga aspek penyesuaian diantaranya adalah penyesuaian terhadap prestasi akademik, kepuasan terhadap jalur pendidikan dan school engagement. Jika siswa tidak dapat menyesuaikan diri maka siswa akan mengalami burnout di sekolah. Oleh karena itu diperlukan bimbingan dalam untuk memenuhi kebutuhan siswa pada masa awal masuk ke SMP dengan tujuan umum yaitu siswa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu sekolah sehingga mampu berprestasi di sekolah.
Strategi yang diterapkan adalah strategi bimbingan teman sebaya. Bagi banyak remaja pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Menurut Sanrock dan Harhup (Sukaesih : 2011) studi kontemporer tentang remaja menunjukan bahwa hubungan positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian social yang positif dan teman sebaya memberikan fungsi-fungsi social dan psikologis yang penting bagi masyarakat. Fungsi penting lainnya mengenai kelompok teman sebaya yaitu sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini di rumah tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. (Santrock : 2007)
Santrock juga menerangkan bahwa relasi yang baik di antara kawan-kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan social yang normal di masa remaja. Syamsu Yusuf (Sukaesih : 2011) melihat dari kajian psikologis, pergaulan yang terjadi diantara teman sebaya di pandang sebagai wahana untuk mewujudkan atau memenuhi kebutuhan social, yaitu (1) kebutuhan akan pengakuan social atau orang lain (need for affiliation); (2) kebutuhan akan keterkaitan dan cinta kasih (belongness and love); (3) kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan (safety needs); (4) kebutuhan akan kebebasan (independence); (5) kebutuhan akan harga diri, hasrat untuk dihargai oranglain (self-esteem needs).
Shaffer (Sulisworo Kusdiyati, Lilim Halimah dan Faisaluddin : 2011:185) memaparkan tentang bagaimana teman sebaya menggunakan perannya, diantaranya sebagai berikut :
1.      Teman sebaya sebagai penguat social
   Teman sebaya Teman sebaya merupakan sumber yang cukup potensial sebagai penguat tingkah laku remaja, karena teman sebaya dapat memberikankkesamaan status terhadap remaja. Ketika teman sebaya menginstruksikan untuk beberapa tingkah laku yang diinginkan kelompok dan mengabaikan tingkah laku lain secara signifikan dapat mempengaruhi tingkah laku yang akan dimunculkan remaja. Perilaku individu dapat diperkuat, dipertahankan, ataupun menjadi hilang dengan melihat reaksi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang diberikan oleh teman sebayanya terhadap tindakan yang dilakukannya.
2.      Teman sebaya sebagai model tingkah laku remaja
      Pengaruh teman sebaya tidak hanya sebagai penguat dan pemberi hukuman, tetapi juga sebagai  social model. Atribut-atribut dan aktivitas-aktivitas lain secara mudah diperoleh dengan mengamati model teman sebaya dalam bertingkah laku. Fungsi lain dari model teman sabaya adalah sebagai informasi bagi individu mengenai bagaimana remaja dapat bertingkah laku pada situasi yang berbeda melalui imitasi dari model-model yang dominan serta anggota-anggota dalam kelompok teman sebaya.
3.      Teman sebaya sebagai obyek dalam perbandingan social
      Remaja sering kali sampai pada kesimpulan-kesimpulan mengenai kemampuan mereka dan aspek-aspek kepribadian lainnya, dengan memperbandingkan tingkah laku dan prestasi mereka dengan teman sebayanya. Hal ini dikarenakan teman sebaya adalah individu yang memiliki usia yang sama, menjadikan teman sebaya lebih merupakan pilihan yang logis bagi perbandingan sosial yang serupa.
4.      Teman sebaya sebagai pengkritik dan agen untuk meyakinkan anggotanya
      Kelompok teman sebaya sering kali menjadikan tempat untuk mendiskusikan dan memperdebatkan hal-hal yang tidak mereka setujui. Seorang remaja akan lebih mudah dibujuk atau dikriktik oleh teman sebayanya dibandingkan oleh orang tua atau guru. Bujukan dari teman sebaya sering kali dapat mengubah pandangan remaja terhadap sesuatu hal tertentu. Hal ini dilakukan remaja untuk membentuk atau membina suatu hubungan baik dengan kelompok sebayanya.
       Melalui keempat peranan teman sebaya diatas, remaja berusaha untuk membina relasi yang baik dengan kelompok teman sebayanya, untuk dapat diterima oleh kelompoknya, remaja akan berusaha mengikuti setiap tingkah laku yang ditampilkan oleh teman-teman kelompoknya.
       Berdasarkan urgensi diatas maka bimbingan teman sebaya disini adalah bimbingan yang diberikan oleh perwakilan kakak tingkat kelas VIII dan IX yang telah dipilih dan diberi pelatihan untuk melaksanakan bimbingan terhadap adik tingkatnya. Tujuan umum bimbingan teman sebaya iadalah untuk membantu siswa baru memperoleh penyesuaian diri yang baik sehingga dapat berprestasi disekolah sedangkan tujuan khusus yaitu
1.        Siswa dapat menjalin relasi yang baik dengan teman-teman barunya, kakak tingkat, guru-guru dan personel sekolah lainnya.
2.        Siswa memiliki manajemen waktu dalam menghadapi pelajaran yang lebih banyak dan kegiatan yang lebih banyak dari sebelumnya.
3.        Siswa dapat berminat dan aktif dalam kegiatan ekstraklikuler di sekolah.
4.        Menumbuhkan kepedulian kakak tingkat terhadap adik tingkatnya.
     Materi yang akan dikembangkan pada bimbingan teman sebaya ini adalah sebagai berikut :
a.       Memiliki pemahaman diri
b.      Mengembangkan sikap positif
c.       Membuat pilihan kegiatan secara sehat
d.      Mampu menghargai orang lain
e.       Memiliki rasa tanggung jawab
f.       Mengembangkan keterampilan hubungan antarpribadi
g.      Dapat menyelesaikan masalah
h.      Dapat membantu keputusan secara baik.
i.        Melaksanakan cara-cara belajar yang benar
j.        Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
k.      memiliki keterampilan untuk menghadapi ujian
l.        Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
Bimbingan ini dilaksanakan selama satu semester dari awal MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) sampai menjelang akhir semester, semester kedua digunakan sebagai pelatihan calon tutor teman sebaya. Bimbingan teman sebaya dilaksanakan setiap hari selama MOPD, kemudian pertemuan selanjutnya dilaksanakan setiap dua minggu sekali.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Bimbingan pada masa transisi adalah proses bantuan yang diberikan konselor kepada konseli dengan cara berkesinambungan dan memandirikan untuk membantu mengembangkan penyesuaian diri siswa di sekolah sehingga individu dapat mencapai perkembangan diri yang optimal baik secara pribadi maupun sosial yang sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat. salah satu strategi bimbingan yang digunakan adalah Bimbingan teman sebaya yaitu bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik lainnya, dimana peserta didik yang menjadi pembimbing, sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Bimbingan ini dilaksanakan selama satu semester dari awal MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) sampai menjelang akhir semester, semester kedua digunakan sebagai pelatihan calon tutor teman sebaya. Bimbingan teman sebaya dilaksanakan setiap hari selama MOPD, kemudian pertemuan selanjutnya dilaksanakan setiap dua minggu sekali.












DAFTAR PUSTAKA

Santock (2007) Remaja, Jilid 2, Edisi 11.(Alih bahasa  Widyasinta) Jakarta : Erlangga

Duchesne (2012). “Worries About Middle School Transition and Subsequent Adjustment : The Moderating Role Classroom Goal Structure”. The Journal of Early Adolescence 32, (5),  681  –710

Kusdiyati S, Lilim H, dan Faisaluddin (2011). “Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah Pada Siswa Kelas XI  SMA Pasundan 2 Bandung. Jurnal Humanitas Universitas Islam Bandung. VIII (2), 172-186

Suherman, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.
Sukaesih (2011). Hubungan Antara Interaksi Sosial Teman Sebaya Dengan Kemandirian Remaja. Skripsi Sarjana Strata Satu pada UPI Bandung.
ABKIN. (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.
Yusuf, Syamsu (2008). Mental Hygiene. : Terapi Psiko-spiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung : Maestro

Yusuf dan Sugandhi (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Yusuf dan Nurihsan (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Noona Kiuru, dkk (2011). “Peer group homogeneity in adolescents’ school adjustment varies according to peer group type and gender”. International Journal of Behavioral Development, 2009, 33 (1), 65–76

Haeny, Ida Noor  (2010) Program Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Magister pada UPI Bandung.

Hurlock. (1993). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan Isti Widayanti). Jakarta: Erlangga.

Komisi Perlindungan Anak (2011). Laporan Tahunan. [online]. Tersedia di : www.komnaspa.or.id. (7 Oktober 2012)

0 comments:

Post a Comment