BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam interaksi pergaulan
pendidikan yang terjadi di sekolah, tidak dapat terlepas dari masalah yang
menyangkut pribadi dan sosialnya, factor penyebabnya sangat beragam diantaranya
adalah karena masalah fisik, masalah fisik yang tidak sempurna membuat anak merasa
tidak percaya diri dan kerap kali mengisolasi diri temannya, atau di jauhi oleh
teman-temannya seperti yang terjadi pada anak yang menderita myopia di
Taehbaruah, Padang, karena rabun jauh Ayu sempat tidak diterima di salah satu
SD kota Taehbaruah dan sampai menginjak SMA dia tidak percaya diri dan kerap
mengisolasi diri (Padang Express)
Ketidaksempurnaan
fisik (myopia) tidak seharusnya membuat anak merasa minder atau bahkan dijauhi
oleh teman-temannya, karena ada cara untuk memaksimalkan penglihatan yaitu
dengan memakai alat bantu penglihatan
baik itu kacamata atau soft lens, dan
dukungan orang terdekat. Namun pada kenyataannya walaupun sudah memakai alat
bantu penglihatan masih banyak anak-anak yang sering diejek, tidak disukai dan
dijauhi karena masalah fisik tersebut juga tanpa dukungan dari orangtua anak
menjadi semakin terisolir. Apabila ini dibiarkan maka perkembangan mental anak
akan terhambat. oleh karena itu
Bimbingan dan Konseling Pribadi social sangat diperlukan untuk memfasitasi
perkembangan pribadi dan social siswa dan pengentasan masalah pribadi-sosialnya
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana bimbingan dan
konseling pribadi social untuk meningkatkan rasa percaya diri anak penderita rabun
jauh?
2.
Bagaimana karakteristik anak
usia Sekolah Dasar?
3.
Bagaimana perkembangan fisik
anak usia sekolah dasar?
4.
Bagaimana analisis studi kasus
terhadap anak penderita rabun jauh?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Memperoleh bentuk bimbingan dan
konseling pribadi social untuk meningkatkan rasa percaya diri anak penderita
rabun jauh
5.
Mengetahui karakteristik anak
usia Sekolah Dasar
6.
Mengetahui perkembangan fisik
anak usia sekolah dasar
7.
Memperoleh analisis studi kasus
terhadap anak penderita rabun jauh?
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. KARAKTERISTIK SISWA SEKOLAH DASAR
Secara
kronologis, murid SD pada umumnya berusia 6-13 tahun atau sampai tiba saatnya
individu menjadi matang secara seksual. awal masa ini anak mulai keluar dari
lingkungan keluarga dan mulai memasuki lingkungan sekolah.
Setiap
masa dalam rentang kehidupan, mempunyai ciri-ciri yang membedakan tahapan usia
termasuk masa akhir kanak-kanak. berikut merupakan ciri anak usia sekolah dasar
menurut Hulock (1980) yang mampu menunjukan perbedaan dengan masa sebelumnya, yaitu
:
a.
Dorongan anak untuk
masuk kedalam dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
otot-otot
b.
Dorongan anak untuk
keluar dari lingkungan rumah dan masuk kedaalam kelompok sebaya atau peergroup
c.
Dorongan mental untuk
mematuhi dunia konsep-konsep logika, symbol, dan komunikasi secara dewasa.
Hal
ini menunjukan bahwa pada usia ini anak akan lebih banyak berinteraksi dengan
oranglain. Loree (1970 dalam Rusli Ibrahim, 2001)
dengan meneliti anak usia 5-16 tahun dan terus mengikuti perkembangannya selama
beberapa tahun telah menunjukkan pola perilaku sosial anak adalah sebagai
berikut:
a.
Kecenderungan perilaku sosial
anak untuk menarik diri dari pergaulan sosial, atau memperluas pergaulan
sosialnya.
b.
Pola kecenderungan perilaku
sosial anak yang mudah bereaksi terhadap suatu kejadian, atau bersifat tenang.
c.
Pola kecenderungan perilaku
sosial anak menjadi pasif atau dominan.
Jika seorang
anak memperlihatkan orientasi sosialnya pada salah satu pola diatas maka
kecenderungnanya akan diikutinya sampai dewasa.kecenderungan pola perilaku
social anak tidak lepas dari factor-faktor yang mempengaruhinya salahsatunya
adalah factor fisik, anak yang memiliki fisik yang ideal akan lebih percaya
diri dibandingkan dengan anak yang memiliki keterbatasan fisik, dalam pencapaian
perkembangan anak yang optimal ada beberapa tugas-tugas perkembangan yang harus
dilalui pada tiapfase usia. Menurut Havighurst (1972), tugas perkembangan anak
usia sekolah (6 – 12 tahun) antara lain adalah :
1.
Belajar bergaul dan bekerja
sama dalam kelompok sebaya
2.
Mengembangkan keterampilan
dasar membaca, menulis dan berhitung
3.
Mengembangkan konsep-konsep
penting dalam kehidupan sehari-hari
4.
Mengembangkan hati nurani,
moralitas, dan system nilai sebagai pedoman perilaku
5.
Belajar menjadi pribadi yang mandiri
Ditegaskan Menurut Witherington (1952) yang dikemukakan
Makmun (1995:50) bahwa usia 9-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap
individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun dengan cirri perkembangan
sosial yang pesat. Pada tahapan ini anak/siswa berupaya semakin ingin mengenal
siapa dirinya dengan membandingkan dirinya dengan teman sebayanya. Jika proses
itu tanpa bimbingan, anak akan cenderung sukar beradaptasi dengan
lingkungannya.
B. PERKEMBANGAN FISIK ANAK
Pada
masa ini keadaan fisik menjadi agak lambat tetapi keseimbangan mulai relative
baik. berkembang pula koordinasi mata dan tangan yang diperlukan untuk
membidik, menendang melempar dan menangkap. kematanga-kematanagn fisik dapat
mempengaruhi keterampilan-keterampilan yang umumnya dimiliki anak usia sekolah
dasar (Hurlock 1980:149), (1) keterampilan menolong diri sendiri, (2)
keterampilan menolong oranglain, keterampilan sekolah dan (3) keterampilan
bermain.
1. Pengertian Mata
Mata
adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang
dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah
lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks
dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
2.
Organ dalam mata dan fungsinya
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari
sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.
Bagian-bagian tersebut adalah:
b. Sklera
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih. Tebalnya rata- rata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.
Dari kornea, cahaya akan
diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata
yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan
akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris
di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai diafragma.
Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.
d. Lensa
mata
Lensa mata menerima cahaya
dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur
fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk
melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis.
Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata
akan menebal.
e.
Retina atau Selaput
Jala
Retina adalah bagian mata
yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah
retina, cahaya diteruskan ke saraf optik.
f.
Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali
dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.
C. Miopi (Rabun Jauh)
Miopi (dari bahasa
Yunani: μυωπία myopia "penglihatan-dekat") atau rabun jauh adalah sebuah kerusakan refraktif mata di mana citra yang
dihasilkan berada di depan retina ketika akomodasi dalam keadaan
santai. Miopi dapt terjadi karena bola mata yang terlalu panjang atau karena
kelengkungan kornea
yang terlalu besar sehingga cahaya yang masuk tidak difokuskan secara baik dan
objek jauh tampak buram.[2]
Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak jauh dan dapat ditolong dengan
menggunakan kacamata
negatif (cekung).
1.
Penyebab
Penyebab miopia
dapat bersifat keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan.
Faktor herediter pada miopi pengaruhnya lebih kecil dari faktor ketegangan
visual. Terjadinya miopi lebih dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan
penglihatannya, dalam hal ini seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu di
depan komputer atau seseorang yang menghabiskan banyak waktunya dengan membaca
tanpa istirahat akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita miopi. Faktor
lingkungan juga dapat memengaruhi misalnya pada rabun malam yang disebabkan
oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan membesarnya pupil,
keduanya karena kurangnya cahaya, menyebabkan cahaya yang masuk kedalam mata
tidak difokuskan dengan baik. Dapat juga terjadi keadaan pseudo-miopi atau
miopi palsu disebabkan ketegangan mata karena melakukan kerja jarak dekat dalam
waktu yang lama. Penglihatan mata akan pulih setelah mata diistirahatkan.
2.
Diagnosis
Diagnosis miopi
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan optotipi Snellen dan foropter. Pemeriksaan visus akan
menunjukkan ketajaman penglihatan dibawah 6/6. Dengan menyingkirkan diagnosis banding
seperti hipermetropi
dan astigmatisma,
diagnosis miopi dapat ditegakkan.
3.
Perawatan
Pemakaian lensa
kontak kacamata
dengan lensa sferis negatif merupakan pilihan utama untuk mengembalikan
penglihatan. Beberapa tindakan bedah juga dapat dilakukan seperti photorefractive
keratectomy (PRK) atau laser assisted in-situ keratomileusis
(LASIK). Dapat juga dilakukan orthokeratologi atau terapi penglihatan
(vision therapy).
D. PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Perkembangan
sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial pada anak-anak SD ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping
dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer
group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah
berkembang luas.
1.
Karakteristik Dan Ciri Tingkah Laku Sosial anak SD
Minat terhadap
kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas
keluarga. Pengaruh yang timbul pada keterampilan sosialisasi anak diantaranya
berikut ini:
a.
Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan
bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok.
b.
Membantu anak mengembangkan nilai-nilai sosial lain diluar
nilainya.
c.
Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan
mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan
Menurut Hurlock
mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa
anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama, persaingan, kemurahan hati, hasrat
akan penerimaan social, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, meniru,
perilaku kedekatan.
2.
Tahapan Penerimaan Sosial
Perkembangan sosial
yang di alami anak adalah proses penerimaan social. Berkenan dengan penerimaan
sosial Elizabeth B. Hurlock (1978) mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam
penerimaan kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut:
a.
Reward Cost Stage
Pada stage ini ditandai adanya harapan yang sama, aktivitas
yang sama dan kedekatan.
b.
Normative Stage
Pada stage ini ditandai oleh dimilik nilai yang sama, sikap
terhadap aturan, dan sanksi yang diberikan biasanya terjadi pada anak kelas 4
dan 5.
c.
An Emphatic Stage
Pada Stage ini di miliknya pengertian, pembagian minat, self
disclosure adanya kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6.
3.
Bentuk-bentuk Perilaku Sosial Anak
Melalui pergaulan
atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa
lainnya maupun teman bermainnya, anak Usia SD/MI mulai mengembangkan
bentuk-bentuk tingkah laku sosial, diantaranya:
a.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak
yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang
tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju
kearah independent.
b.
Agresi (Agression)
Yaitu perilaku
menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi
merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan
menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
c.
Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi
jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
d.
Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan
bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap
orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
e.
Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk
melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. yaitu persaingan
prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain).
f.
Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau
bekerja sama dengan orang lain.
g.
Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku
untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari
sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
h.
Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap
egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
g.
Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau
bekerjasama dengan dirinya.
E. PERCAYA DIRI
1.
Teori tentang rasa percaya
diri
Menurut Adler
bahwa seseorang yang mempunyai perasaan rendah diri memiliki ketakutan yang
mendasar akan kekurangannya yang dalam kenyataannya mungkin mendasar atau
mungkin tidak. Dalam beberapa hal individu mengkonfersasikan perasaan rendah
diri dengan berusaha keras mencapai cita-cita akan tujuan-tujuan yang mereka
rasakan, bukan dikarenakan oleh kekurangan. Dalam banyak hal usaha keras tampak
sebagai over kompensasi terhadap sesuatu yang tepat dan benar, didasari
kerangka referensi dapat diatur kembali dengan kenyataan dan dapat menghasilkan
yang lebih realistik.
2.
Pengertian
Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri
adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan/ situasi yang dihadapi (Rini, 2002). Beberapa aspek dari kehidupan
individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu, dan
percaya bahwa dia bias karena didukung oleh pengalaman, potensi actual,
prestasi, serta harapan yang realistis terhadap diri sendiri.
Rasa percaya
diri (self-confidence) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa
percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri (santrock,
2003:336).
3.
Perkembangan
Kepercayaan Diri
a.
Pola
asuh
Para ahli
berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant,
melainkan melalui proses yang berlangsung sejak dini dalam kehidupan bersama
orang tua. Meskipun banyak factor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang,
namun factor pola asuh dan interaksi di usia dini merupakan factor yang
mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.
b.
Interaksi
individu dengan lingkungan
Kepercayaan diri
berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan
psikologis dan sosiologis kondusif akan menumbuhkan dan meningkatkan
kepercayaan diri seseorang. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif
dengan suasana demokratis, yaitu adanya suasana penuh penerimaan, kepercayaan,
rasa aman, dan kesempatan untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan.
4.
Ciri-ciri
rasa percaya diri
Seorang individu yang memiliki
kepercayaan diri akan memiliki ciri seperti yang dikemukan oleh Tina Afiatin
dan Sri Mulyani (1998:67) sebagai berikut:
a.
Individu
merasa yakin terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya
keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki.
b.
Individu
merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan
terhadap kemampuannya dalam berhubungan social.
c.
Individu
percaya sekali terhadap dirinya serta memiliki ketenangan sikap. Hal ini
didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya.
BAB III
ANALISIS
A. IDENTITAS SISWA
Nama :
Silvia Laeli Nursyarifah
Usia :
11 thn
Kelas :
VI
Sekolah :
SD Istiqomah Bandung
Silvia
adalah anak pertama dari tiga bersaudara, saudaranya semua laki-laki. Ayahnya
seorang guru dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Disekolah dia termasuk anak
yang pintar dan rajin.
B. DESKRIPSI MASALAH
Anak yang
bernama Silvia ini memiliki kekurangan pada matanya, dia menderita myopia atau
rabun jauh. Awal memasuki bangku kelas VI, Silvia mulai merasakan gejala pusing,
pandangan menjadi buram, jika dipaksakan melihat kepala menjadi sangat pusing
dan kerap kali meneteskan airmata. Setelah menyadari hal ini silvia langsung
memberitahukan orangtuanya. Keesokan harinya orangtuanya membawa Silvia ke
dokter untuk diperiksa dan hasilnya Silvia menderita rabun jauh dengan minus
mata kanan 1,2+silindris dan minus mata kiri 1. Setelah sekian kali mencoba
beberapa kacamata akhirnya Silvia memilih satu kacamata yang paling nyaman
untuknya, sejak saat itu Silvia menjadi sering memakai kacamata walaupun
terkadang suka dilepas karena masih belum bisa menerima kenyataan.
Menurut dokter
hal yang menyebabkan Silvia menderita rabun jauh adalah karena dari kecil
posisi badan saat belajar atau membaca yang biasa dilakukan silvia adalah salah
yaitu tengkurap juga saat menonton tv. Menurutnya posisi tengkurap pada saat
menbaca atau belajar dan saat menonton tv yang menyebabkan rabun jauh.
Vonis mata minus
dan kenyataan harus memakai kacamata, diakui sangat menyenangkan karena merasa
lebih keren dan gaya, tapi Silvia memiliki keinginan besar untuk sembuh, saat
ini ia rutin memakan makanan yang terbuat dari wortel dari mulai jus wortel
yang di mix dengan strawberry, pudding wortel bahkan sampai memakan wortel
mentah. Hal ini tidak terlepas dari dukungan orangtua, orangtuanya sangat
mendukung keinginan Silvia untuk sembuh, orangtuanya sangat menjaga pola makan
Silvia dengan lebih banyak memberikan sayuran yang menyehatkan mata selain itu orangtua
selalu mengingatkan agar tidak membaca dan menonton TV dengan posisi tengkurap.
Pertama memakai
kacamata teman-teman banyak menggoda dengan mengatakan “wah, sekarang pake
kacamata nih”, “ada ibu guru baru nih”, dll. Walaupun ada perasaan tidak enak
tapi Silvia bersikap cuek menyikapinya. Ia merasa bahwa teman-temannya
berangsur menjadi menjauh, hal ini karena imege orang yang memakai kacamata
adalah orang yang pintar, kebanyakan teman-temannya menjadi segan terhadap
Silvia namun masih tetap baik, hal ini tidak membuat semangat belajarnya menurun,
Silvia semakin semangat untuk belajar dengan dukungan dari orang terdekat.
Selain orangtua,
guru juga memberikan dorongan terutama saat pertama memakai kacamata, hal ini
membuat Silvia percaya diri memakai kacamata, tapi menurutnya sembuh itu lebih
baik.
C. ANALISIS MASALAH
Perkembangan
priabadi dan social anak usia sekolah dasar merupakan proses yang sangat
menentukan bagi perkembangan pribadi dan social anak selanjutnya, anak yang
kehilangan kepercayaan diri cenderung merasa / bersikap tidak memiliki sesuatu (keinginan,
tujuan, target) yang diperjuangkan secara sungguh sungguh, tidak memiliki
keputusan melangkah yang decissive (ngambang), mudah frustasi atau give-up
ketika menghadapi masalah atau kesulitan, kurang termotivasi untuk maju,
malas-malasan atau setengah-setengah, sering gagal dalam menyempurnakan
tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal), canggung dalam menghadapi
orang, tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan
mendengarkan yang meyakinkan, sering memiliki harapan yang tidak realistis,
terlalu perfeksionis, terlalu sensitif (perasa) sebaliknya orang yang mempunyai
kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya,
punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap
kemampuan yang dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang
yang hanya merasa mampu (tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang
yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.
Anak penderita
rabun jauh ini merasa berbeda dengan teman-teman lainnya, begitupun teman-teman
lainnya membuat jarak social karena orang berkacamata dinilai orang yang pintar
dan tidka asik diajak bermain. Walaupun anak merasa tidak ada masalah namun
kondisi ini dapat membuat anak kurang percaya diri karena tidak memiliki
dukungan dari teman-temannya, pola seperti ini bisa berlanjur sampai remaja
bahkan sampai anak masuk perguruan tinggi, anak akan terisolir dan
dibeda-bedakan. Oleh karena itu sejak dini rasa percaya diri anak harus
dikembangkan agar anak dapat menerima kekurangannya dan yakin akan kemampuan
yang dimilikinya.
D. Metode
Ada banyak
teknik atau metode untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak, salah
satunya adalah dengan bermain, Menurut Schaefer dan reid (1986: 11-13) bahwa
terapi bermain memiliki keunggulan sebagai sarana
diagnosis, kesenangan/
kegembiraan, mengandung
unsure-unsur terapi, ekspresi
diri, peningkatan
ego dan pengetahuan
sosialisasi. Lebih jauh Robyn Hromek menjelaskan
manfaat terapi permainan diantaranya
Pertama, anak-anak ‘terjaga’ ketika berhadapan dengan prospek ‘bermain’.
Mereka langsung terlibat dalam situasi sosial yang mengajarkan keterampilan
saat mereka sedang bersenang-senang. Mereka yang akrab dengan unsur-unsur
bermain seperti turn-taking, aturan menjaga, menang, kalah dan ko’operasi.
Kedua, sementara anak-anak secara aktif terlibat dengan proses bermain
game, tantangan sosial dan emosional muncul saat mendidik ‘atau krisis terjadi,
sehingga memberikan pengalaman belajar bermakna dengan segera.
Ketiga, terapi bermain anak-anak dengan menyediakan lingkungan yang aman
untuk mempraktekkan keterampilan baru. Anak-anak merasa santai dan arus diskusi
mudah dalam pengaturan ini.
Keempat, pengamatan klinis dapat dilakukan dan ditarik kesimpulan tentang
anak-anak yang tidak meningkatkan penggunaan keterampilan prososial setelah
pembelajaran ekstra dan pemanduan praktek. Adanya sindrom organik, masalah
kesehatan mental atau masalah perlindungan anak perlu diselidiki.
Terapi
ini sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih dalam tahap
bermain. terapi interaksi sosial menyediakan kesempatan
untuk belajar keterampilan sosial-emosional dan meningkatkan ketahanan
emosional.
Silvia saat
bermain teka-teki terlihat sangat gembira, ketika ia berhasil menyelesaikannya maka
pembimbing memberikan pujian, pujian akan membuat anak merasa lebih termotivasi
sehingga dia percaya diri untuk menyelesaikan teka-teki selanjutnya. Kami
seharian bermain teka-teki, saat bermain teka-teki tidak lupa pembimbing
memberikan kata-kata motivasi untuk memberikan dorongan agar lebih semangat
belajar dan selalu focus terhadap potensi. Memfokuskan diri pada kelebihan
dengan tidak terus-terusan memikiran kekurangan akan menumbuhkan konsep diri
positif dan rasa percaya diri untuk menghadapi masa depan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Silvia menrupakan anak penderita rabun
jauh, ia menderita rabun jauh sejak aawal masuk kelas VI. Keterbatasan fisik
ini memunculkan berbagai masalah diantaranya adalah menurunkan rasa percaya
diri. Kurangnya rasa percaya diri pada anak akan menyebabkan anak tidak mau mencoba
suatu hal yang baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, punya
kecenderunganmelempar kesalahan pada orang lain, memiliki emosi yang kaku
dan disembunyikan, mudah mengalami rasa frustrasi dan tertekan, meremehkan
bakat dan kemampuannya sendiri, dan mudah terpengaruh orang lain. Jika ini
dibiarkan anak tidak akan berkembang dengan baik dan akan mengalami kesulitan
pada perkembangan selanjutnya, dalam hal ini bimbingan dan konseling pribadi
social di sekolah sangat berperan, salah satu metode yang sesuai dengan
karakteristik siswa sekolah dasar adalah metode bermain. Saat melakukan
permainan teka-teki, Silvia merasa senang dan dengan pujian ia merasa lebih
percaya diri.
B.
REKOMENDASI
Untuk
meningkatkan rasa percaya diri siswa yang menderita rabun jauh diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak diantaranya orangtua, guru, walikelas guru BK dan
personel sekolah lainnya. Orangtua yang
memberikan pengertian dan perhatian penuh pada anak akan menumbuhkan rasa aman
terhadap anak, ketika guru memberikan motivasi, peluang berinteraksi positif
dengan teman-teman sebayanya anak akan semakin terfasilitasi dalam kehidupan
sosialnya, guru BK memberikan perhatian dan layanan yang dapat mempererat
persahabatan.
0 comments:
Post a Comment