48 Persen
Remaja Lebih Takut Hamil Ketimbang Dosa
Rabu, 07 Desember 2011 16:32 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekitar
48 persen remaja mengaku, lebih takut hamil dibandingkan dosa ketika melakukan
hubungan seksual pra nikah. Sementara, hanya empat persen yang menyatakan
benar-benar takut dosa. Hal ini terungkap dalam survey yang dilakukan DKT
Indonesia bekerja sama dengan Sutra and Fiesta Condoms.
Yang lebih mengejutkan, kebanyakan memutuskan aborsi untuk mengatasi kehamilan.
"Survey kami lakukan terhadap 462 responden yang mengaku pernah
berhubungan seksual. Sebanyak 160 responden memiliki rentang umur 15 sampai 19
tahun, sedangkan sisanya 20 sampai 25 tahun. Sebanyak 48 persen memilih aborsi
pada semua kehamilan yang terjadi. Kebanyakan berusia 15 sampai 19 tahun dengan
jumlah 53 persen," ujar Senior Brand Manager Sutra and Fiesta Condoms,
Pierre Frederick.
Hasil survey yang sama menyebutkan, 48 persen menggunakan jamu sebagai alat
aborsi. Sementara 39 persen memilih obat. Sebanyak 28 persen memilih aborsi ke
klinik. Sedangkan 11 persen memilih ke dukun bayi.
"Kebanyakan remaja tidak memeroleh informasi yang tepat mengenai seks.
Akibatnya ketika kehamilan terjadi, sebagian remaja tidak siap. Sehingga
mengambil langkah cepat untuk mengatasinya," ujar Psikolog Seksual Zoya
Amirin.
Ia menambahkan, pengetahun tentang seks sebaiknya diberikan sejak dini. Hal
tersebut untuk mencegah remaja memperoleh informasi dari sumber yang salah.
"Keluarga memegang peranan penting. Di situ remaja memeroleh pengetahuan
awal tentang seks. Seks bukan hal yang tabu. Remaja wajib tahu. Hal ini untuk
membentengi mereka dari informasi yang salah," ujar Zoya.
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Roshma Widiyani
Identifikasi
Penyebab remaja melakukan
aborsi adalah karena takutnya mereka akan hukuman sosial berupa kucilan, cibiran, cemoohan dan tidak
diterimanya oleh masyarakat ketimbang takut akan hukum Tuhan, remaja lebih takut hukuman sosial karena
mereka anggap hal ini lebih mungkin mereka hadapi saat ini (kongkrit) ketimbang
memikirkan dosa yang sifatnya masih gaib
(misteri).
Kehamilan
tersebut merupakan kehamilan yang tidak diinginkan, dengan kata lain hasil dari
hubungan seks pra nikah. Maraknya hubungan seks pranikah menurut Boy Abidin, Sp.OG ialah lantaran makin terbukanya akses
informasi ditambah tekanan dari lingkungan.
Remaja
dewasa ini sangat mudah mendapatkan akses layanan internet yang menyajikan
berbagai informasi seksual berupa gambar, tulisan dan video yang mendorong
mereka untuk mencoba melakukannya, rasa nikmat
yang mereka dapatkan ketika mencoba melakukan hubungan seks menyebabkan mereka
ingin melakukannya lagi (ketagihan), selain internet media televisi juga kerap
mempertontonkan tontonan yang tidak layak seperti cara berpaikan yang amoral,
gaya hidup metropolitan, hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Individu
tidak dapat terlepas dari pengaruh lingkungan. Bila lingkungannya baik, dalam
artian setiap anggota dari lingkungan itu saling memberikan kontrol tentu akan
menutup ruang (kesempatan) bagi para remaja untuk berbuat amoral (seks
pra-nikah). Sebaliknya, bila lingkungannya tidak baik, dalam artian lingkungan
itu acuh tak acuh terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap
anggotanya, maka hal ini merupakan ‘jalan tol’ (akses yang sangat terbuka) bagi
berbagai perbuatan asusila.
Berbagai
hal diatas bukanlah sesuatu yang harus terus kita kritik, melainkan perlu
tindakan nyata untuk mengatasinya. Cara untuk mengatasinya beragam, dan
diantaranya ialah dengan mengoptimalkan fungsi dan peran keluarga, karena
keluarga merupakan wahana sosialisasi nilai dan norma yang pertama dan utama.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sosiologi bahwa
keluarga memiliki 4 macam fungsi, yakni fungsi reproduksi, afeksi, sosialisasi,
dan ekonomi. Fungsi reproduksi ialah fungsi dalam sebuah institusi keluarga
untuk melangsungkan kelestarian keturunannya. Fungsi afeksi adalah fungsi
pemenuhan kasih sayang diantara sesama anggota keluarga. Fungsi sosialisasi
ialah proses pentransferan nilai dan norma dari orang tua kepada anak-anaknya.
Sedang yang terakhir adalah fungsi ekonomi, yakni fungsi pemenuhan kebutuhan
ekonomi keluarga tersebut.
Dari
keempat fungsi keluarga ini, yang berperan sebagai benteng pencegah remaja dari
perbuatan amoral ialah fungsi sosialisasi. Dengan pengoptimalan fungsi ini,
anak-anak maupun remaja dididik agar mengerti berbagai nilai dan norma, seperti
norma agama dan hukum. Dengan demikian, anak-anak dan remaja akan memilki
keyakinan yang kuat akan agama dan menjunjung tinggi hukum, sehingga mampu
memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak
boleh.
0 comments:
Post a Comment