Pages

 

Wednesday, March 7, 2012

BK BELAJAR DI SMA

2 comments

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning disabilities. Hanbatan tersebut salah satunya dilatar belakangi ketidaktercapaiannya kompetensi belajar pada tingkat tertentu sehingga menghambat bagi ketercapaian kompetensi belajar selanjutnya.
Kompetensi belajar menurut ASCA International Model (Nandang:2009) meliputi tiga aspek yaitu aspek keterampilan belajar, aspek kegemilangan skolastik dan aspek sukses akademik menuju sukses hidup.
Konselor di sekolah sebagai salah satu kualifikasi pendidik memiliki peran penting dalam pencapaian kompetensi belajar peserta didik, dari latar belakang inilah dilakukan praktikum bimbingan dan konseling belajar.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Seperti apa gambaran profil ketercapaian kompetensi belajar siswa kelas X-E SMA Angkasa Bandung?
2.      Seperti apa rumusan program bimbingan belajar berdasarkan profil kompetensi belajar siswa kelas X-E SMA Angkasa Bandung?

C.    TUJUAN PENULISAN

1.      Memperoleh gambaran profil ketercapaian kompetensi belajar siswa kelas X-E SMA Angkasa Bandung
2.      Memperoleh program bimbingan belajar berdasarkan profil kompetensi belajar siswa kelas X-E SMA Angkasa Bandung

A.    METODE PENULISAN

Adapun yang menjadi sumber data dalam praktikum ini adalah data yang diperoleh dari observasi langsung kelapangan yaitu wawancara, observasi, penyebaran instrumen dan sosimetri  juga data yang mendukung yaitu terdiri dari studi literatur dan browsing internet

B.     SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematikka laporan ini yaitu BAB I PENDAHULUAN, BAB II KAJIAN TEORI, BAB III PEMBAHASAN dan BAB IV PENUTUP

BAB II
KAJIAN TEORITIS

A.    PENGERTIAN BELAJAR

Menurut Winkel (http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/), Belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252 dalam http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sedangkan Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.
Menurut Suherman (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/). Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara menyeluruh, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
Dalam kegiatan belajar, tingkah laku siswa sebaiknya mengikuti alur sebagai berikut: (1) merasakan adanya kebutuhan (need) akan belajar, (2) timbul motivasi belajar, (3) individu bertingkahlaku untuk belajar, (4) adanya intensive (kepuasan dan terpenuhinya kebutuhan), dan (5) diarahkan kepada tujuan. Sedangkan ciri-ciri perubahan belajar adalah : (1) perubahan yang disadari, (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat temporer dan bukan karenan kematangan, pertumbuhan atau perkembangan, dan (5) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.

D.    TEORI BELAJAR

1.      Teori Behaviorisme
Aliran behaviorisme memandang bahwa terbentuknya tingkah laku diperoleh karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan melalui hubungan stimulus (rangsangan) dengan respon (jawaban). Perubahan tingkah laku lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi lingkungan merupakan faktor yang paling dominan dalam proses terjadinya perubahan tingkah laku. Tokoh aliran behaviorisme antara lain Pavlov dengan teori Classical Conditioning serta Thorndike dan Skinner dengan teori Operant Conditioning.
a.      Teori Classical Conditioning
Menurut teori Classical Conditioning, respon (tingkahlaku baru) akan terjadi secara otomatis jika terdapat stimulus baru. Implikasi teori ini dalam pembelajaran antara lain: siswa akan belajar dengan baik apabila diciptakan stimulus yang menyenangkan seperti perlakuan guru yang hangat, penyampaian materi pelajaran yang menarik, serta ruangan kelas yang membuat betah. Teori Ivan Pavlov ini memberikan sumbangan dalam hal pembentukan pembiasaan, pentingnya motivasi dan proses generalisasi.
b.      Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning berpandangan bahwa belajar adalah pembentukan perilaku otomatis yang diperkuat atau diperlemah oleh consequence atau antecendence. Sementara tujuan berfungsi mengendalikan tindakan. Tujuan sebagai pengendali tindakan disebut operant. Tokoh utama teori ini adalah Edward Thorndike dan Skinner. Implikasi teori ini terhadap pembelajaran antara lain adalah memberikan rangsangan dan peneguhan, pengukuhan, penguatan, pada siswa merupakan unsur pertama dalam pengajaran, siswa selalu mendapat perhatian secara individual, karena setiap siswa memiliki pola respon yang berbeda, perlu memperhatikan kesiapan siswa dalam belajar. menciptakan suasana kelas yang kondusif, memilih metode belajar yang merangsang siswa sehingga siswa mau belajar.
2.      Teori Gestalt
Tokoh psikologi gestalt adalah Max Werheinner seorang ahli psikologi Jerman yang mencoba mengadakan eksperimen dengan mencoba membedakan pengamatan visual dengan fenomenan fisik. Ia bersama dengan Kurt Kofka dan Wolfgang Kahler mengembangkan hukum-hukum pengamatan dan menerapkannya dalam belajar dan berfikir. Menurut M. Surya (1996) beberapa aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.       Pengalaman tilikan (insight)
Dalam proses pembelajaran hendaknya para pelajar memiliki kemempuan tilikan yaitu kemampuan untuk menciptakan hubungan antar unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. Guru hendaknya mengembangkan siswa dalam memecahkan masalah dengan proses tilikan.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu obyek atau peristiwa, akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah khusunya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya.
c.       Perilaku bertujuan (purpose behavior)
Berdasarkan prinsip ini, proses pembelajaran akan lebih efektif apabila pelajar mampu mengenal tujuan yang akan dicapainya, dan selanjutnya mampu mengarahkan perilaku belajarnya ke arah tujuan tersebut.
d.      Prinsip ruang hidup (life space)
Konsep ini dikembangkan ole Kurt Lewin dalam teori medan (filed theory) yang menyatakan bahwa perilaku individu mempunyai keterkaitan dengan lingkungan atau medan-medan dimana ia berada. Materi yang diajarkan ole guru hendaknya memilki keterkaitan dengan situasi lingkungan.
e.       Transfer dalam pembelajaran
Menurut teori ini transfer akan terjadi apabila siswa telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu permasalahan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
Pelayanan bimbingan belajar di sekolah akan berjalan secara terpadu dengan program pengajaran. Oleh karena itu kegiatan bimbingan belajar terkait erat dengan tugas dan peranan guru. Masalah-masalah belajar seringkali membawa ketimpangan sosio-psikologis pada diri siswa bahkan mungkin lebih jauh dari itu. Bimbingan belajar berupaya untuk mengeliminasi sejauh mungkin akses tersebut terhadap proses belajar sekaligus membantu siswa agar mampu melakukan penyesuaian diri dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.

1.      Pengertian Bimbingan Belajar
Suherman (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR) bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan dari guru/guru pembimbing kepada siswa dengan cara mengembangkan suasana belajar yang kondusif dan menumbuhkan kemampuan agar siswa terhindar dari dan atau dapat mengatasi kesulitan belajar yang mungkin dihadapinya sehingga mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini mengandung arti bahwa para guru/guru pembimbing berupaya untuk memfasilitasi agar siswa dapat mengatasi kesulitan belajarnya dan sampai ada tujuan yang diharapkan.
2.      Fungsi Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.       Fungsi Pencegahan (Preventive Function), Bimbingan belajar berupaya untuk mencegah atau mereduksi kemungkinan  masalah.
b.      Fungsi Penyaluran (Distributive Fungction), Fungsi penyaluran berarti menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai dengan kemampuannya,
c.       Fungsi Penyesuaian (Adjustive Function), upaya membantu siswa menyerasikan program pengajaran dengan kondisi obyektif mereka agar dapat menyesuaikan diri, memahami diri dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya.
d.      Fungsi Perbaikan (Remedial Function), upaya untuk memahami kesulitan belajar, mengetahui faktor penyebab, dan bersama siswa menggali solusinya.
e.       Fungsi Pemeliharaan (Maintencance and Development Function), Belajar dipandang positif harus tetap dipertahankan, atau bahkan harus ditingkatkan agar tidak mengalami kesulitan lagi,

3.      Manfaat Bimbingan Belajar
a.       Manfaat Bagi Siswa
1)      Tersedianya kondisi belajar yang nyaman dan kondusif yang memungkinkansiswa dapat mengembangkan kemampuan potensinya  secara optimal.
2)      Terperhatikannya karakteristik pribadi siswa secara utuh yang akan menjadi dasar bagi yang bersangkutan untuk menempatkan dirinya ada posisi yang tepat.
3)      Dapat mereduksi dan mengatasi kemungkinan terjadinya kesulitan belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan keberhasilan belajar.
b.      Manfaat Bagi Guru/Guru Pembimbing
1)      Membantu untuk lebih mampu menyesuaikan materi pembelajaran, bahkan program pembelajaran dengan keadaan siswa secara perorangan maupun kelompok.
2)      Memudahkan guru pembimbing dalam memahami karakteristik siswanya sebagai dasar untuk membantu pengembangan potensi mereka bahkan sampai pada posisi penentuan bantuan kepada mereka.
4.      Tujuan Bimbingan Belajar
Secara lebih khusus tujuan bimbingan belajar, diantaranya ialah agar siswa :
a.       Mengenal, memahami, menerima, mengrahkan dan mengaktualisasikan potensi dirinya secara optimal sesuai dengan program pengajaran.
b.      Mampu mengembangkan berbagai keterampilan belajar.
c.       Mampu memecahkan masalah belajar.
d.      Mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif.
e.       Memahami lingkungan pendidikan.

  
5.      Kompetensi belajar
Berikut adalah keterkaitan ranah-ranah perkembangan siswa dengan tujuan ASCA, Standar Nasional Program Konseling Sekolad dari CSCA, ragam kompetensi menurut NOICC dan Connecticut’s Common Core of Learning pada bidang akademik. (Rusmana : 2009)
Ranah (bidang muatan)
Tujuan CSCA (serpihan)
Standar ASCA (tujuan)
NOICC (Kompetensi)
CT Common Core (Keterampilan/kompetensi)


















Akademik
Keterampilan untuk belajar
Standae 1 : para siswa dapat memperoleh sikap, pengetahuan dan keterampilan yang memberikan sumbangan bagi efektifitas belajar di sekolah hingga melintasi sepanjang rentang kehidupannya
Kompetensi 4 : kedasaran terhadap manfaat prestasi pendidikan

Kompetensi 6 :kesadaran terhadap hubungan antara kerja dengan belajar
Para sisawa dapaat mengekplorasi informasi dan argumen dari berbagai sudut opandang agar dapat berpikir scara kritis dan kreatif disamping juga menuntaskan berbagai persoalan
Kegemilangan skolastik
Standar 2: para siswa dapat merampungkan jenjan sekolah dengan persiapan akademik yang esensial dalam membuat pilihan di antara opsi-opsi substansial pasca sekolah lanjutan meliputi kuliah salah satunya
Kompetensi 6 : Keterampilan untuk memahami dan memmanfaatkan informasi karier
Para sisawa dapat belajar tentang cara penerapan keterampilan akademik, kritis, praktis, teknis dan siap pakai yang dibutuhkan untuk mencapai sukses pada pendidikan tinggi dan tempat kerja disamping cara mengelola kehidupan mereka
Sukses akademik menuju sukses hidup
Standar 3: para siswa dapaat memahami hubungan antara bidang akademik dengan dunia kerja dan antara kehidupan dalam rumah dengan di tengan masyarakat
Kompetensi 7 : Kesadaran terhadap pentingnya tanggung jawab pribadi dan kebiasaan kerja yang bagus

Kompetensi 8 : kesadaran terhadap cara pekerjaan bersesuaian dengan kebutuhan dan peran-peran yang ada pada masyarakat
Para siswa dapat menelusuri alam ide secara aktif
Para siswa dapat menunjukan upaya dan ketekunan yang dibutuhkan demi meraih kegemilangan di sekolah, pekerjaan dan kehidupan

2 comments:

Walidin said...

Bimbingan belajar memang diperlukan bagi beberapa siswa, namun jangan sampai membebankan anak. Pilihan mana yang sekiranya menjadi talentanya itulah yang seharusnya mendapat tambahan bimbingan, bukan apa yang menjadi kekurangannya. Pada keyataannya orang tua takut dan kemudian membarikan bimbingan belajar pada mata pelajaran yang kurang baik nilainya, karena takut tidak lulus. Namun jika hal kedua yang dilakukan maka si anak tidak akan menjadi lebih pandai.
Ketika bimbel diberikan pada siswa yang menunjukkan bakat terhadap salah satu mata pelajaran, maka ini akan menjadi spesialisasi dan benar benar ahli nantinya.

Yayu Resti Purwitasari said...

terimakasih atas tambahannya. belajar itu memang tidak akan ada hentinya untuk siapapun, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, yang kurang pandai, yang sudah pandai, yang jenius.

Post a Comment