KOMPONEN
|
|
Mata Layanan
|
Layanan Dasar
|
Bidang Bimbingan
|
Pribadi-Sosial
|
Jenis Bimbingan
|
Bimbingan Kelompok
|
Standar Kompetensi
|
Menghargai diri dan oranglain
|
Tujuan
|
siswa memperoleh oengetahuan, sikap, dan keterampilan interpersonal untuk
memahami diri dan oranglain
|
Kompetensi Dasar
|
Siswa mampu mengembangkan satu sikap positif memandang diri sebagai
pribadi yang unik dan berharga
|
Indikator
|
-
Siswa dapat memaafkan dirinya sendiri
-
Siswa dapat memaafkan temannya
-
Siswa dapat
|
Materi
|
Saling memaafkan
|
Metode dan Teknik
|
creative
props
|
Alat dan Bahan
|
Bekas bungkus rokok
|
LANGKAH-LANGKAH
|
1.
Awal
v Pembimbing mengucapkan salam
dan meyapa siswa
v Pembimbing memimpin doa sebelum
simulasi dilaksanakan
v Pembimbing menjelaskan tujuan simulasi
v Pembimbing mengkondisikan
siswa agar tidak ribut
selama layanan berlangsung
v Pembimbing membagi kelompok
kedalam kelompok tryad
2.
Transisi
v Pembimbing mengkondisikan siswa
3.
Kerja
Eksperientasi
Pembimbing
memberikan intruksi : dalam waktu 10 menit setiap kelompok harus membuat
piramida setinggi-tingginya dengan peraturan ketika salah satu teman
melakukan kesalahan maka dia harus mengucapkan kata “maafkan saya ya
teman-teman” dengan suara yang keras kemudian kedua temannya membalaskanya
dnegan mengucapkan “saya memaafkan kamu teman” dengan suara yang keras juga,
setelah itu permainan boleh kembali dilanjutkan.
Identifikasi
Konselor
memberikan pertanyaan
v Apa yang anda rasakan
pada saat melakukan simulasi?
v Apa yang anda
rasakan saat menjatuhkan bungkus rokok?
v Apa yang anda
rasakan ketika teman anda melakukan kesalahan?
v Kesulitan apa
yang anda temui pada saat menyelessaikan game ini?
v Apa yang anda
pikirkan ketika anda mendapat kesulitan dalam mencapai keberhasilan
menyelesaikan game ini?
v Apa yang membuat
kalian dapat bangkit lagi untuk menyelesaikan game?
v Apakah anda
mudah/sulit untuk meminta maaf?
v Apakah anda
mudah/sulit untuk memaafkan?
v Mengapa anda
merasa mudah/sulit meminta maaf?
v Mengapa anda
merasa mudah/sulit memaafkan?
v Apa yang anda
rasakan setelah meminta maaf?
v Apa yang anda
rasakan setelah memaafkan?
Analisis
Dalam tahap ini kolselor memberikan pertanyaan
v Apa hikmah yang dapat diambil
dari permainan ini?
v Bagaimana perndapat anda jika
permainan ini dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari?
v Apa yang akan anda lakukan
ketika diri merasa berdosa/salah?
v Apa yang akan anda lakukan
ketika oranglain meminta maaf atas semua kesalahannya?
Generalisasi
v Apakah anda berencana
untuk saling terbuka tentang kesalahn yang pernah diperbuat?
v Langkah-langkah
apa saja yang akan anda lakukan ketika anda akan meminta maaf?
Terminasi
Refleksi umum
Konselor memberikan penguatan pada konseli dan
memberikan kesempatan terbuka bagi siswa yang ingin konseling
|
Thursday, March 29, 2012
CONTOH SATUAN LAYANAN KEGIATAN BIMBINGAN KELOMPOK
PERKEMBANGAN PRIBADI SOSIAL SISWA SEKOLAH DASAR
Pada
usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris)
kepada sikap yang kooperatif (bekerjasama) atau sosiosentris (mau memperhatikan
kepentinngan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman
sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota
kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam
kelompoknya. (Yusuf:2004).
Agar anak dapat
menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan proses sosialisasi.
berikut tahapan proses sosialisasi yang dikemukakan oleh Hurlock (ali nugraha
dan yeni rahmawati, 2008:1.18) yaitu
1.
Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yangd apat diterima
masyarakat
2.
Belajar memainkan peran social yanga da di amsyarakat
3.
Mengembangkan sikap atau tingah laku social terhadap individu
lain dalam aktivitas social yang ada di masyarakat
Pada
perkambangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosialisasi ini, individu akan
terbagi kedalam dua kelompok, kelompok individu social dan individu nonsosial.
individu social adalah mereka yang tingkahlakunya mencerminkan ketiga ketiga
proses sosialisasi dan mereka mampu mengikuti kelompok. individu nonsosial
adalah individu yang tidak mengetahui apa harapan kelompok social kadang tidak
jarang mereka tumbuh menjadi individu yang anti social, yaitu individu yang
mengetahui harapan social namun dengan sengaja melawan hal tersebut
Perkembangan perilaku social menurut
Buhler
Tahap
|
Cirri-ciri
|
Kanak-kanak awal (0-3 thn)
Subyektif
|
Segala sesuatu dilihat ebrdasarkan
pandangan sendiri
|
Keritis 1 (3-4 thn)
Trozt Alter
|
Pembantah, keras kepala
|
Kanak-kanak Akhir (4-6 thn)
Masa subyektif menuju masa
obyektif
|
Mulai bisa menyesuaikan diri
dengan aturan
|
Anak sekolah (6-12 thn)
Masa obyektif
kritis II (12-13 thn)
Masa prepuber
|
Membandingkan dengan aturan-aturan
Perilaku coba-coba, serba salah,
ingin diuji.
|
Remaja awal (13-16 thn)
Masa subyektif menuju masa
obyektif
|
Mulai menyadari adanya kenyataan
yang berbeda dengan sudut pandangnya
|
Remaja Akhir (16-18 thn)
Masa obyektif
|
Berprilaku sesuai dengan tuntutan
masyarakat dan kemampuan dirinya.
|
KARAKTERISTIK DAN TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SEKOLAH DASAR
Masa Sekolah Dasar
sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah yaitu
pada umumnya berusia antara 6-13 tahun.Setiap masa dalam rentang kehidupan,
mempunyai ciri-ciri yang membedakan tahapan usia termasuk masa akhir kanak-kanak.
berikut merupakan ciri anak usia sekolah menurut Hurlock (1980) yang mampu
menunjukan perbedaan dengan masa sebelumnya, yaitu :
a.
Dorongan anak untuk
masuk kedalam dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
otot-otot
b.
Dorongan anak untuk
keluar dari lingkungan rumah dan masuk kedaalam kelompok sebaya atau peergroup
c.
Dorongan mental untuk
mematuhi dunia konsep-konsep logika, symbol, dan komunikasi secara dewasa.
Aspek
perkembangan psikofisik anak usia sekolah dasar yang dapat mempengaruhi tugas
perkembangan anak adalah seperti keadaan fisik, kemampuan berbahasa, keadaaan
emosi, sikap dan perilaku moral telah berbeda dengan masa sebelumnya.
perkembangan intellegensi, perkembangan siosial, dan kepribadianpun mengalami
perubahan dengan masa sebelumnya, sehingga perbedaan yang tampak ini menjadi
sebuah karakteristik perkembangan anak usia sekolah atau siswa sekolah dasar.
1.
Perkembangan fisik dan motorik
Pada
masa ini keadaan fisik menjadi agak lambat tetapi keseimbangan mulai relative
baik. berkembang pula koordinasi mata dan tangan yang diperlukan untuk
membidik, menendang melempar dan menangkap. kematanga-kematanagn fisik dapat
mempengaruhi keterampilan-keterampilan yang umumnya dimiliki anak usia sekolah
dasar (Hurlock 1980:149), (1) keterampilan menolong diri sendiri, (2) keterampilan
menolong oranglain, keterampilan sekolah dan (3) keterampilan bermain.
Seiring
dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik
anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak
atau aktivitas motorik yang lincah.
2.
Perkembangan emosi
Pada
masa ini anak sudah mulai memilih dorongan untuk mengendalikan emosinya. pada
umumnya keadaan emosi anak akan cenderung lebih tenang sampai datangnya masa
puber. pada akhir masa kanak-kanak, ada waktu dimana anak sering mengalami
emosi yang hebat karena emosi cenderung kurang menyenangkan maka dalam periode
ini meningginya emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu saat dimana anak
sulit dihadapi. dengan mengekang ungkapan emosi eksternal anak menajdi gelisah,
tegang, dan mudah tersinggung oleh masalah yang sangat kecil sekalipun
3.
Perkembangan bahasa
Pada
masa ini anak mulai menegtahui bahwa komunikasi adalah kemampuan dirinya untuk
mengerti apa yang dikatakan oranglain. pada masa ini anak mulai menggunakan
kosakata rahasia dalam berkomunikasi dengan sahabatnya yang dapat berupa
tulisan, lisan ataupun isyarat. fungsi dan tujuan berbicara antara lain : (a)
sebagai pemuas kebutuhan (b) sebagai alat untuk menarik oranglain (c) sebagai
alat untuk membina hubungan social, (d) sebgai alat untuk mengevaluasi diri
sendiri, (e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan oranglain, (f) untuk
mempengaruhi perilaku oranglain.
4.
Perkembangan moral
Perkembangan
moral anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. anak memperoleh nilai-nilai
mporal terutama dari orangtuanya. tetapi pada saat anak menyadari bahwa dirinya
adalah bagian dari kelompok, mak ia mulai menyadari juga aturan yang boleh,
harus, atau dilarang untuk dilakukan oleh dirinya dalam kelompok itu, karena
anak mulai belajar memperhitungakan perilaku benar atau salah.
5.
Perkembangan
intelektual
Pada
masa anak-anak akhir atau sekitar usia 7-12 thn, termasuk dalam periode
operasional kongrit. periode ini ditandai dengan kemampuan individu dalam
mengklasifikasikan menyusun dan mengaosiasikan bilangan serta mengkonservasikan
penmgatahuan tertentu. perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada
beberapa faktor, antara lain kesehatan, gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orangtua.
6.
Perkembangan social
Lindgren
(Uman Suherman, 2005: 41) mengemukakan, perilaku anak tercermin didalam sikap
dan perasaan yang dapat membawanya kepada tingkat interpersonal. pada usia
akhir masa kanak-kanak anak mulai merasakan meningkatnya minat anak terhadap
aktivitas teman-teman, meningkatnya keinginan untuk diterima sebagai anggota
suatu kelompok dan merasa tidak puas bila tidak bersama-sama dengan
kelompoknya.
7.
perkembangan
kepribadian
Menurut
Makmun (1996) kepribadian diartikan sebagai kualitas perilaku individu yang
tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap liongkunag secara unik.
Fenton (Uman Suherman 2005:129) mengklasifikasikan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian, yaitu (a) faktor organic seperti
makanan, obat, inveksi dan gangguan organic, (b) faktor lingkungan social dan
budaya, seperti pendidikan, rekreasi, dan partisipasi social, (c) faktor darid
alam individu itu sendiri seperti tekanan emsoional, identifikasi terhadap
oranglain dan imitasi.
Pada
tiap fase perkembangan individu harus melewati tugas-tugas tertentu yang
disebut dengan tugas perkembangan, tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas
yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan tertentu yang
jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan
dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, sementara kegagalan dalam
melaksanakan tugas tersebut menimbulkan rasa tidak bahagia, ditolah oleh
masyarakat dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya (Havigust
dalam Ahman 2010)
Dibawah
ini dikemukakan tugas-tugas perkembangan pada usia Sekolah Dasar yang
dirumuskan oleh Havigust yaitu :
1.
mempelajari
keterampilan fisik untuk keperluan sehari-hari
2.
Membentuk
sikap positif/sehat terhadap dirinya sendiri
3.
Belajar
bergaul/bekerja dengan teman sebaya
4.
Belajar
peran sosial sesuai dengan jenis kelamin/gender
5.
Mengembangkan
keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung
6.
Mengembangan
konsep-konsep yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari
7.
Mengembangkan
kata hati, moralitas dan sistem nilai sebagai suatu pedoman hidup
8.
Belajar
menjadi pribadi yang mandiri
9.
Mengembangkan
sikap positif terhadap kelompok dan lembaga sosial
10. Mengembangkan konsep diri yang sehat
KONSELING KELUARGA BEHAVIORAL
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. TEORI BEHAVIORAL
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis
bahwa psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati
(observable behavior). Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni
Pavlovian dan Skinnerian. Para ahli behaviorostik kurang memiliki perhatian
terhadap struktur kepribadian internal seperti id, ego, dan super egonya Freud,
karena stuktur seperti ini tidak dapat diobservasi.
Teori ini sering disebut dengan teori belajar seperti yang di ungkapkan
Muhamad Surya (1988:186) bahwa dalam
konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Hal ini berarti konseling behavioral membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Hal yang paling mendasar dalam
konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam
pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement yang merupakan bentuk adaptasi dari teori
pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.
Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
1.
Pembiasaan
klasik;
Tokoh kondisioning klasik adalah Ivan Pavlov yang
mengilustrasikan classical conditioning melalui percobaan dengan anjing. Pembiasaan klasikal adalah suatu jenis
belajar dimana stimulus netral dikemukakan secara berulang dengan stimulus yang
dapat menimbulkan respon tertentu secara naluriah sehingga stimulus netral tsb
akhirnya menimbulkan respon yang diharapkan (respond conditioning). Berdasarkan
percobaan dari Pavlov dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya ikatan
stimulus bersyarat dan respons bersyarat.
2.
Pembiasaan
operan
Jenis belajar dimana perilaku semata-mata dipengaruhi
oleh akibat yang menyertainya. Tokohnya
adalah B.F. Skinner. Teori pembiasaan operan menghasilkan tiga prinsip
belajar : Penguatan (reinforsment), Extinction (ekstinsi), dan hukuman
(punishment).
a.
Reinforcement
Menurut Skinner “Reinforcement dapat
terjadi dalam dua cara yaitu positif dan negatif. Yang positif terjadi ketika
respon diperkuat (muncul lebih sering) sebab diikuti oleh kehadiran stimulus
yang menyenangkan. Sementara
“Reinforcement” negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini
memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak
(menghindar).
b.
Extinction
Terjadinya extinction dimulai ketika
respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif.
c.
Hukuman
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan
hukuman. Menurut Skinner (Syamsu : 132) hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah
(menurun frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh kehadiran
stimulus yang tidak menyenangkan.
3.
Teori Belajar Sosial
Tokoh dari Teori belajar ini adalah
Bandura. Teori belajar social Bandura tentang kepribadian didasarakn pada formula
bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus
menerus antara faktor-faktor penentu : internal dan eksternal
Perilaku
dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan
internal. Karena itu tujuan dari terapi adalah untuk memodifikasi
koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R). Dasar teori dari
behavioral adalah
1.
Belajar waktu lalu
dalam hubungannya dengan keadaan serupa
2. Keadaan
motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan lingkungan
3. Perbedaan-perbedaan
biologik baik secara genetik atau karena gangguan fisiologik. Para konselor
behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari.
B. TEKNIK-TEKNIK KONSELING BEHAVIORISTIK
Teknik
konseling behavioral diarahkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari
(yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk. Prinsip
kerja teknik konseling behavioral adalah:
1. Memodifikasi
tingkah laku melalui pemberian penguatan, tujuannya agar klien terdorong untuk
merubah tingkah lakunya, penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup
kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui
tingkah laku klien.
2. Mengurangi
frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
3. Memberikan
penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan
tingkah laku yang tidak diinginkan.
4. Mengkondisikan
pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape
recorder, atau contoh nyata langsung)
5. Merencanakan
prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan
sistem kontrak.
Menurut
Krumboltz dan Thoresen (Willis: 2011) bahwa teknik-teknik konseling itu harus
disesuaikan dengan kebutuhan individual konseli dan tidak ada suatu teknikpun
digunakan untuk semua kasus yang ada hanyalah mempertimbangkan teknik-teknik
lain secara alternatif guna tercapainya tujuan konseling yaitu perubahan
perilaku konseli.
Willis (2011)
menerangkan jenis-jenis teknik konseling behavioral adalah sebagai berikut:
1. Desensitisasi
Sistematik (systematic desentization)
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien
untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang
diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah
laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang
tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
2. Latihan
Asertif (assertive training)
Teknik ini
digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri
bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di
antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan
bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam
latihan asertif ini.
3. Pengkondisian
Aversi (aversion therapy)
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan
buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati
respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara
bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.
Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
4. Pekerjaan
Rumah (home-work)
Suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu
menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya adalah dengan memberi
tugas rumah untuk satu minggu.
C. APLIKASI TEORI BEHAVIORAL DALAM KONSELING KELUARGA
Pada awalnya perkembangan BK, guru
pembimbing tidak secara khusus menangani masalah keluarga akan tetapi
menangani masalah kesulitan belajar, penyesuaian sosial dan pribadi siswa yang
berkait dengan keadaan sosial-psikologis keluarga kemudian terjadi anggapan
yang keliru bahwa konseling keluarga adalah bimbingan bagi para calon ibu dan
bapak yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Pada akhirnya pada tahun 1983
di jurusan BK IKIP Bandung menjadikan konseling keluarga sebagaimana yang ada
di negara asalnya yakni Amerika Serikat yang berorientasi pada pengembangan
individu anggota keluarga melalui sistem keluarga yang mantap dan komunikasi
antar keluarga yang harmonis. Teknik behavioral merupakan salah satu teknik
yang digunakan dalam konseling keluarga.
Konselor-konselor
behavioral mengemukakan bahwa prosedur belajar yang telah digunakan untuk
mengubah perilaku dapat diaplikasikan untuk mengubah perlaku yang bermasalah
didalam suatu keluarga.
Liberman (Willis:
2011)) menjelaskan strategi berhavioral yang khusus didalam keluarga yaitu
pertama kali sebagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain, dapat
diterjemahkan kedalam behavioral dan belajar, dengan memfokuskan pada
akibat-akibat perilaku, artinya bahwa anggota keluarga belajar bagaimana memberikan
kepada anggota lain pengenalan dan persetujuan perilaku-perilaku yang
diinginkan dan bukan perilaku yang menyimpang.
Perspektif
psikiatri memperkaya pengetahuan tentang konseling keluarga. Menurut Gurman, Kniskern & Pinsof
(Syafi’i: 2008) Terapi
keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga
sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul dari observasi
bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan
konteks social. Contohnya, konseli yang menunjukkan peningkatan selama
menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada
keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan
interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive Bateson
Lidz&Lidz (Syafi’i: 2008). Hal ini berarti
konseling keluarga sangat dibutuhkan berkaitan dengan kelanjutan konseling
individual yang teridentifikasi berkaitan dengan keluarga.
1.
Konseling
Keluarga Behavioral
Di dalam terapi
keluarga behavioral, ditekankan tentang bagaimana mengubah perilaku anggota keluarga / keluarga dengan memodifikasi
gejala atau akibat dari suatu
tindakan. Penekanan pada penghilangan perilaku yang tidak sesuai menjadi
perilaku positif.
Tipe-tipe dalam terapi keluarga
behavioral
a. Latihan
perilaku orang tua (behavioral parent training )
Behavioral
parent training menunjukkan pada pelatihan keterampilan orangtua. Terapis
membantu sebagai pendidik belajar sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk
merubah respon orang tua terhadap anak-anaknya. Berubahnya respon orang tua,
akan membuat perilaku anak pun berubah. Tipe ini menggunakan metode verbal dan
perbuatan. Di dalam metode verbal mengandung intuksi verbal maupun tertulis.
Tujuannya untuk mempengaruhi pikiran. Sedangkan metode perbuatan menggunakan
teknik bermain peran ( role playing ), modelling dan latihan tingkah laku yang
baik. Fokus utama pada perbaikan interaksi antara orang tua dan anak yang
mengalami masalah.
b. Terapi
pernikahan / suami istri (mariage/ couples therapies and education).
Dipelopori oleh Robert Liberman ( 1970 ) dan Richard Stuart
( 1969 ). Empat komponen utama dalam terapi pernikahan/ suami istri ( Hahlweg,
Baucom, & Markman, 1988 ) :
1) Analisis
perilaku dalam masalah suami istri, Analisis ini berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh terapis terhadap pasangan, jawaban-jawaban dari angket yang
diberikan, dan pengamatan terhadap perilaku keluarga.
2) Pembalasan
yang positif. Membangun teknik pemikiran yang positif dengan ‘caring day” dan “contingency
contracts”, “caring day” : hari dimana anggota keluarga saling memperhatikan. “contingency
contracts” :
3) Pelatihan
keterampilan berkomunikasi
Pasangan
belajar menggunakan kata ‘saya’ dalam kalimat untuk mengekspresikan perasaan-perasaan
mereka. Mereka belajar tentang masalah-masalah “here and now “ yang mereka
miliki, dan kemudian merenungkan hal-hal pada masa lalu. Selanjutnya mereka
mulai menggambarkan perilaku suami/istri dengan spesifik. Di akhir latihan,
pasangan dapat memberikan feedback positif terhadap perilaku pasangan.
4) Latihan
memecahkan masalah, Komponen ini melengkapi pasangan dengan keterampilan
memecahkan masalah, seperti menyebutkan ( secara jelas ) apa yang mereka
inginkan, kemudian merundingkannya dengan pasangan, serta membuat kesepakatan.
c. Treatment
pada Disfungsi seksual (treatment of sexual disfunctioning).
Digunakan untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami
gangguan pada hubungan seks mereka, yang kemudian menjadi masalah pasangan.
Seperti ejakulasi dini. Treatment yang diberikan mengandung: Pengurangan
kecemasan terhadap penampilan mereka Pendidikan seks, yang mengandung
teknik-teknik dalam hubungan suami istri Latihan keterampilan dalam
berkomunikasi Perubahan sikap
d. Terapi
fungsi keluarga (functional family therapy ).
Dalam functional family therapy, pertolongan diberikan
apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga dalam keadaan : Contact/
Closeness ( Merging ) Anggota keluarga sama-sama bersaing di dalam keluarga. Distance/
Independence ( Separating ) Anggota keluarga saling memisahkan diri, ada jarak
diantara mereka.
Penerapan teknik-teknik ini ada beberapa hal yang penting
diperhatikan oleh konselor. Liberman dalam Willis (2009), mengemukakan tiga
bidang kepeduliaan teknis bagi konselor, yaitu :
1. Peranaan
gabungan terapeutik
Liberman
menekankan tentang peranan aliansi terapeutik sehingga konselor dapat
mengfungsikan dirinya sebagai katalisator bagi mempercepat perubahan dalam
sisitem keluarga. Sebagai konselor behavioral yang mempunyai pandangan
humanistik, Liberman memandang kkonselor itu sebagai guru, yakni orang yang
dapat menyediakan model bagi perubahan perilaku, mengusahakan perubahan dengan
menyediakan struktur dan bimbingan, dan mempertunjukan kepedulian yang asli (genuine) dan yang memahami. Liberman
dalam Willis (2009) mengemukakan bahwa konselor model behavioral tidak
berprilaku seperti mesin mengajar yang tak memiliki daya ekpresi emosional.
Perannya hendaklah sebagai pendidik yang mampu menyatakan perasaannya yang menyenangkan
dan mengembangkan gaya kemanusiaan, baik dalam kliniknya maupun dalam kehidupan
sehari-hari
2. Penilaian
Keluarga
Konselor
selama fase awal konseling, membuat iklim yang hangat dan mendorong, konselor
menilai masalah-masalah yang ada, dan membuat apa yang dikenal “analisis
fungsional atau behavoral terhadap masalah-masalah” konselor behavioral
terkait pada analisa sistematik terhadap perilaku yang tepat dan dapat diamati,
yang akan ditangani. Konselor memimpin anggota keluarga untuk memformulasikan
tujuan-tujuan perilaku yang spesifik.
3. Melaksanakan
Strategi behavioral
Menurut
Liberman cara yang bernilai untuk memikirkan tentang strategi-strategi ini
ialah “sebagai eksperimen- eksperimen perubahan perilaku” dimana keluarga
dengan bimbingan konselor memprogramkan kembali kontingensi-kontingensi reinforcement
yang adala dalam keluarga, strategi ini dirancang untuk memutuskan pola-pola
perilaku yang tak diinginkan yang selalu dipertahankan, semua proses ini
melalui kontrak dan negosiasi dulu yang berisi tentang perilaku saling memberi yakni
perilaku yang diinginkan, kepada siapa, untuk siapa, kapan, dan dalam kondisi
bagaimana.
2.
Tujuan
konseling keluarga
Menurut
Willis (2011) Tujuan dari konseling behavioral ini adalah untuk membantu
konseli membuang respon-respon lama yang merusak diri dan mempelajari
respon-respon baru yang lebih sehat. Sedangkan tujuan dari terapi behavioral
adalah untuk memperoleh perilaku baru yang lebih positif dan diterima anggota
keluarga lainnya, mengeliminasi perilaku yang maladaptif dan memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan (adjusted). Selain itu juga tujuan
konseling keluarga behavioristik yaitu Mampu untuk saling memberikan stimulus
dan motivasi yang kondusif sesama anggota keluarga.
Pendekatan ini ditandai oleh :
a. Fokusnya
pada perilaku yang tampak dan spesifik
b. Kecermatan
dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c. Formulasi
prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus
d.
Penilaian objektif
mengenai hasil konseling.
3.
Hubungan
Konseli dan Konselor dan peranan konselor dalam konseling keluarga
Dalam kegiatan konseling, konselor
memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat
menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga
diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sedangkan konseli harus mampu
berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk
berubah, harus bersedia bekerjasama
dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling
maupun diluar konseling, namun Rosjidan (1988:243) mengemukakan bahwa
salah satu aspek yang essensial dalam terapi behavioral adalah proses
penciptaan hubungan Pribadi yang baik.
Dalam
hubungan konselor dengan konseli beberapa hal dibawah ini harus dilakukan:
b.
Keduanya bekerjasama
c.
Konselor memberikan
bantuan dalam arah yang diinginkan konseli
Sedangkan peranan konselor dalam
konseling keluarga yaitu :
a. Mengkomunikasikan pemahamannya pada klien
b. Menyiapkan / membina hubungan dengan klien
c. Bekerjasama mengatasi problem yang sesolik
d. Memberi kuliah, informasi dan menjelaskan
proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan
e. Memberikan reinforcement
f. Mendorong klien
mentransfer tingkah laku dalam kehidupan sehari - hari
Fungsi konselor
a. Sebagai guru / pelatih (dalam mempelajari
tingkah laku yang efektif)
b. Sebagai pemimpin kelompok
c. Sebagai guru
d. Sebagai pengarah
e. Sebagai ahli dalam mendiagnosis
Sebagai model
Subscribe to:
Posts (Atom)